Kamis, 12 Agustus 2010
Hukum Melafalkan Niat Berpuasa
Hukum Melafalkan Niat Berpuasa
Segala puji bagi Allah. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad, keluarganya, sahabatnya dan pengikutnya yang baik hingga hari kiamat. Amma ba'du:
Para pembaca yang dirahmati Allah Ta’alaa!
Puasa merupakan ibadah yang mana setiap ibadah harus disertai dengan niat jika kita ingin ibadah kita sah diterima Allah Ta’alaa. Namun perlu kita ketahui bahwa melafalkan niat dalam ibadah tidak disyariatkan karena tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maupun salah seorang shahabatnya radhiallahu anhum, dan itu merupakan hal-hal yang baru ada di zaman terakhir sejak zaman salaful shalih yang dipuji oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya:
“sebaik-baik abad adalah abadku kemudian yang sesudahnya kemudian yang sesudahnya” Hadits shahih
Demikian juga karena hakikat niat adalah: kehendak secara mutlak, yaitu kehendak melakukan perbuatan, dan tempatnya di dalam hati bukan lisan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya”, beliau tidak mengatakan tergantung lafalnya atau bunyinya, dan itu diperkuat dengan beberapa hal:
1- Firman Allah Ta’alaa:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ
"Wahai orang-orang yang beriman apabila kalian hendak melakukan shalat maka basuhlah wajah kalian." (QS. Al-Maidah: 6)
Ayat di atas menunjukkan bahwa karena kehendak tempatnya dalam hati maka Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk langsung membasuh wajah, bukan memerintahkan untuk melafalkan niat terlebih dahulu.
2- Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada orang yang keliru dalam shalatnya: “Jika engkau hendak shalat maka sempurnakanlah wudhu kemudian menghadaplah ke arah kiblat lalu bertakbirlah” Hadits shahih.
Beliau tidak memerintahkannya untuk melafalkan niat, meskipun ketika itu dalam posisi mengajari orang yang jahil, dan lafal pertama yang beliau perintahkan: bertakbirlah, seandainya melafalkan niat disyariatkan tentunya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menjelaskannya, tetapi karena niat tempatnya dalam hati, dan itu dapat dicapai dengan kehendak melakukan perbuatan yang beliau jelaskan dengan sabdanya: “Jika engkau hendak shalat” beliau memerintahkannya dengan kewajiban pertama yang dilafalkan yaitu ucapan: Allahu Akbar.
3- Demikian juga yang dipahami oleh para shahabat radhiallahu anhum, di mana mereka tidak pernah melafalkan niat ketika hendak melakukan suatu amalan, bahkan mereka mengingkarinya, seperti yang dilakukan oleh Ibnu Umar radhiallahu anhu:
Telah shahih riwayat dari Ibnu Umar radhiallahu anhu ketika beliau mendengar seseorang yang hendak berihram mengucapkan: "Ya Allah sesungguhnya saya hendak melakukan haji dan umrah." Maka beliau berkata: "Apakah kamu hendak memberitahukan kepada manusia? Bukankah Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu?" (Dikeluarkan oleh Al-Baihaqi:5/40).
Maka tidak boleh melafalkan niat meskipun ketika hendak melaksanakan haji dan umrah.
Tidak boleh mengucapkan ketika hendak berihram: "Ya Allah sesungguhnya aku hendak melaksanakan haji dan umrah," namun hanya disyariatkan mengucapkan talbiyah untuk haji dan umrah secara bersamaan atau salah satunya.
Dan ini bukanlah termasuk melafalkan niat karena kedudukannya seperti Takbiratul Ihram ketika masuk kedalam shalat.
Demikian juga ketika hendak berpuasa, tidak perlu mengucapkan niat apalagi secara berjamaah dengan dipimpin seseorang:
Nawaitu souma godhin ‘an adaa i, fardhi syahri ramadhaana haadzihis sanati lillahi ta’aalaa
"Aku niat puasa esok hari untuk menunaikan kewajiban bulan Ramadhan tahun ini karena Allah Ta’alaa."
Bahkan tidak perlunya melafalkan niat merupakan madzhab para imam terdahulu seperti Imam Ahmad, Syafie, Malik dan Abu Hanifah rahimahumullah ajma’in.
Berkata Ibnu Abil ’Izz Al-Hanafi rahimahullah: (Tidak seorangpun dari para imam yang empat, tidak imam Syafie atau yang lainnya menyaratkan pelafalan niat karena niat tempatnya dalam hati berdasarkan kesepakatan mereka, kecuali sebagian ulama mutaakhirin dari mereka yang mewajibkan pelafalan niat dan mengeluarkan satu sisi pendapat dalam madzhab imam Syafie? Imam Nawawi rahimahullah berkata: Dan itu keliru. Selesai. Karena telah didahului dengan ijma’) Lihat kitab Al-Itba’ hal:62.
Seperti dikatakan dalam kitab Al-Qaulul Mubin karangan Syeikh Masyhur bin Hasan hafidhahullah: "Sungguh telah keliru Abu Abdullah Az-Zubairi rahimahullah dari kalangan madzhab Syafiiyah ketika menukil dari Imam Syafie rahimahullah sehingga mengeluarkan satu sisi pendapat dari perkataan Imam dengan sangkaan bahwa beliau mewajibkan pelafalan niat dalam shalat." Dan sebab kekeliruan beliau adalah kurang memahami perkataan Imam Syafie karena perkataan beliau secara nas adalah: ((apabila berniat untuk haji dan umrah maka sudah cukup, meskipun tidak melafalkan, dan tidak seperti shalat yang tidak sah kecuali dengan melafalkan)) [Al-Majmu’ 3/243].
Imam Nawawi berkata: ((berkata para sahabat kami: yang mengatakan ini telah keliru, karena maksud Imam Syafie dengan melafalkan dalam shalat bukan ini, tetapi maksudnya Takbir)) [ibid].
Jadi kesimpulannya bahwa melafalkan niat tidak disyariatkan dan merupakan perkara yang baru yang sebaiknya kita hindari.
Mudah-mudahan Allah memberikan taufik kepada kita untuk beramal dibulan Ramadhan ini sesuai dengan tuntunan Nabi shallallahu ’alaihi wasallam.(ar/voa-islam.com) Rabu, 11 Aug 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar