Salurkan Infaq Anda untuk PEMBANGUNAN GEDUNG MADRASAH DINIYAH MUHAMMADIYAH SIDOMULYO KEC.ANGGANA KAB.KUKAR melalui: BRI UNIT ANGGANA No. Rek. 4565.01.003179.53.3 a.n. PIMPINAN CABANG MUHAMMADIYAH ANGGANA

AmirHady RadioOnline

Free Shoutcast HostingRadio Stream Hosting

lazada

Kamis, 22 Oktober 2009

KABINET INDONESIA BERSATU Jilid 2


Komposisi Kabinet Indonesia Bersatu Jilid Kedua 2009-2014

MENTERI KOORDINATOR

1. Menko Politik Hukum dan Keamanan : Marsekal (Purn) Djoko Suyanto
2. Menko Perekonomian : Hatta Rajasa
3. Menko Kesra : R Agung Laksono
4. Sekretaris Negara : Sudi Silalahi

MENTERI DEPARTEMEN

1. Menteri Dalam Negeri : Gamawan Fauzi
2. Menteri Luar Negeri : Marty Natalegawa
3. Menteri Pertahanan : Purnomo Yusgiantoro
4. Menteri Hukum dan HAM : Patrialis Akbar
5. Menteri Keuangan : Sri Mulyani
6. Menteri ESDM: Darwin Saleh
7. Menteri Perindustrian : MS Hidayat
8. Menteri Perdagangan : Mari E. Pangestu
9. Menteri Pertanian : Suswono
10. Menteri Kehutanan : Zulkifli Hasan
11. Menteri Perhubungan : Freddy Numberi
12. Menteri Kelautan dan Perikanan : Fadel Muhammad
13. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi : Muhaimin Iskandar
14. Menteri Pekerjaan Umum : Djoko Kirmanto
15. Menteri Kesehatan : Endang Rahayu Setianingsih
16. Menteri Pendidikan Nasional : Mohammad Nuh
17. Menteri Sosial : Salim Segaf Al Jufri
18. Menteri Agama : Suryadharma Ali
19. Menteri Kebudayaan dan Pariwisata : Jero Wacik
20. Menteri Komunikasi dan Informasi : Tifatul Sembiring

MENTERI NEGARA

1. Menteri Riset dan Teknologi : Suharna Suryapranata
2. Menteri Koperasi dan UKM : Syarifudin Hasan
3. Menteri Lingkungan Hidup : Gusti Muhammad Hatta
4. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak: Linda Amalia Sari
5. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara : E.E Mangindaan
6. Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal : Ahmad Helmy Faishal Zaini
7. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional : Armida Alisjahbana
8. Menteri BUMN : Mustafa Abubakar
9. Menteri Pemuda dan Olahraga : Andi Alfian Mallarangeng
10. Menteri Perumahan Rakyat : Suharso Manoarfa

PEJABAT SETINGKAT MENTERI

1. Kepala BIN: Jenderal (Purn) Sutanto
2. Kepala BKPM: Gita Wirjawan
3. Ketua Unit Kerja Presiden Pengawasan Pengedalian Pembangunan: Kuntoro Mangkusubroto

Selasa, 13 Oktober 2009

Sosialisasi Assosiasi Kelompok UPPKS di Kecamatan Anggana




Sosialisasi Program Assosiasi Kelompok UPPKS (AKU) Badan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Badan KB, PP & PA) Kabupaten Kutai Kartanegara diselenggarakan di Balai Pertemuan Umum (BPU) Kecamatan Anggana pada Selasa 13 Oktober 2009. DSalam kesempatan tersebut juga telah dibentuk kepengurusan tingkat kecamatan yang disebut Badan Pengurus Ranting Kecamatan Anggana masa bakti 2009-2012 dengan pengurus harian terdiri dari Ketua Ibu Eka ISnawati,SE; Wakil Ketua Ibu Hj.Siti Aisyah; Sekretaris Ibu Siti Yusna,SE; dan Bendahara Ibu Agustina Handayani,S.Ag

Anggota Badan Perwakilan Desa Anggana 2009-2015




Desa Anggana Kecamatan Anggana Kabupaten Kutai Kartanegara telah menyelenggarakan Musyawarah Pemilihan Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk periode 2009-2015 pada hari Selasa, 13 Oktober 2009 di Balai Desa Anggana. Adapun yang hasilnya adalah sebagai berikut: Botri Suwondo, Joko Supriyadi, Supardi, Yatirah, Yuliansyah, Ariyadi dan All Udin.

Sabtu, 10 Oktober 2009

Kisah Aboutaleb, Wali Kota Muslim Rotterdam


ROTTERDAM--Seorang perempuan berjilbab menggandeng tangan anak-anaknya. Ia berlalu melewati sebuah toko minuman keras. Ia melenggang, mengabaikan deretan botol minuman keras yang terlihat dalam toko. Kakinya, ia langkahkan ke toko daging Muslim, di sebelah toko minuman itu.

Di seberang jalan, seorang laki-laki muncul dari sebuah toko alat bantu seks dengan barang-barang yang dibelinya. Ia melangkahkan kakinya dengan cepat, tanpa menoleh ke sebuah restoran kebab Turki yang baru saja dibuka untuk makan siang.

Pemandangan itu terlihat di salah satu kota di Belanda, Rotterdam. Orang konservatif dan liberal, religius dan sekuler, serta orang Belanda dan asing, semuanya ada di sana. Perbedaan ini harus mampu dikelola dan terkadang juga menjadi potensi konflik.

Keberagaman semacam itulah yang dihadapi Ahmed Aboutaleb, Wali Kota Rotterdam, Belanda. Awal tahun lalu, ia yang seorang Muslim kelahiran Maroko dipercaya memimpin kota itu. Tentu, ia pun dituntut mampu menjembatani perbedaan budaya dan keyakinan masyarakatnya itu.

Aboutaleb baru sembilan bulan tinggal di Rotterdam. Ia menjadi Muslim imigran pertama yang memimpin sebuah kota besar di Belanda, seperti Rotterdam. Seperti diketahui, Rotterdam merupakan kota terbesar kedua yang ada di Belanda.

Keberhasilan anak seorang imam ini menjadi sebuah kisah klasik keberhasilan seorang imigran. Aboutaleb memang harus merangkak dari bawah hingga menduduki jabatan seperti sekarang ini. Saat remaja, ia tiba di Belanda.

Aboutaleb bekerja keras dan sedikit demi sedikit menaiki tangga sosialnya. Mulanya, ia menjadi seorang jurnalis. Namun kemudian, ia mengubah haluan hidupnya, menjadi seorang politikus. Ia bergabung dengan Partai Buruh di Amsterdam.

Penominasian Aboutaleb, sebagai wali kota Rotterdam oleh pimpinan partainya, yang dianggap oleh sebagian orang hanya posisi seremonial, telah membuat sejumlah pengamat merasa terkejut. Apalagi, ia yang seorang imigran Muslim akhirnya menjadi seorang wali kota.

Apalagi, Rotterdam merupakan sebuah kota di mana imigrasi dan integrasi menjadi sebuah persoalan. Banyak kalangan menyorot soal imigran Muslim, yang tak jarang dianggap memicu gesekan dengan warga masyarakat lainnya.

Pada 2002, misalnya, Pim Fortuyn, seorang populis dan politikus yang mengecam Islam dan menganggapnya sebagai agama terbelakang, tewas ditembak oleh seorang berkulit putih yang mengklaim melakukannya untuk mendukung komunitas Muslim.

Aboutaleb juga dihadapkan pada kemungkinan munculnya gesekan semacam itu. Ia harus mampu melayani semua orang, tak hanya Muslim yang tinggal di sana. Di sisi lain, komunitas Muslim tentu berharap ia mampu memberikan perlindungan bagi mereka.

Aboutaleb harus mampu mengatasi dan menghadapi segala masalah terkait dengan keberagaman masyarakat selama enam tahun menjabat sebagai wali kota. Dalam kurun beberapa pekan terakhir, ia menyatakan ingin membicarakan soal integrasi.

Namun, Aboutaleb tak menjelaskan bagaimana cara memulainya. Untuk menjalankan langkahnya itu, ia harus mampu memberikan arahan yang benar pada para pemeluk agama yang berbeda di Rotterdam dan semua pemangku kepentingan di sana, termasuk aktivis atau birokrat.

''Langkah itu memang cukup berisiko baginya. Sebab, jika dia gagal, tak akan ada seorang pun yang akan membelanya,'' kata Rinus van Schendelen, seorang profesor ilmu politik dari Erasmus University, Rotterdam, seperti dikutip Los Angeles Times, belum lama ini.

Sebagai wali kota, kata Schendelen, Aboutaleb harus mampu mengambil langkah dengan tepat. Ia harus mampu menghadapi kelompok masyarakat yang selama ini meyakini konsep masyarakat liberal dan sekuler dan kelompok imigran yang Muslim dan sering dijadikan kambing hitam.

Apalagi, ada komentar tak sedap yang dilontarkan oleh politikus garis keras di Belanda, Geert Wilder. Ia mengatakan, terpilihnya Aboutaleb menjadi wali kota merupakan hal yang tak bisa diterima. Ini, kata dia, seperti memilih seorang Belanda menjadi wali kota Makkah.

Di sisi lain, Muslim merasakan kegembiraan membuncah atas terpilihnya Aboutaleb sebagai wali kota. ''Saya benar-benar bahagia dia menjadi wali kota. Seorang wali kota harus mampu menyatukan masyarakatnya. Ia pasti bisa,'' kata seorang ahli farmasi, Jilani Sayed. fer/itz (By Republika Newsroom
Jumat, 09 Oktober 2009 pukul 14:36:00)

MUSLIM DI EROPA


0leh: Amich Alhumami
(Peneliti di Department of Anthropology University of Sussex, UK)

Peristiwa ini terjadi pada awal abad ke-8 Masehi. Sekitar tujuh ribu (ada pula yang menyebut 12.000) balatentara terperanjat ketika sang jenderal perang, Tareq bin Ziyad, seorang Muslim Berber Afrika, memerintahkan membakar habis kapal-kapal perang setelah mereka berhasil menyeberangi selat Mediterania, dari Maroko mencapai Andalusia.

Ketika balatentara masih tertegun tak percaya, sang jenderal membakar semangat juang mereka dalam sebuah pidato yang sangat heroik, "Oh my warriors, whither would you flee? Behind you is the sea and before you, the enemy. ... You have left now only the hope of your courage and your constancy ." Namun, dengan sengit, para pasukan perang itu memprotes 'perintah gila' sang jenderal. ''Bagaimana kita bisa pulang ke rumah untuk berkumpul kembali dengan keluarga kalau kapal-kapal perang dimusnahkan? ''

Jenderal Tareq menjawab dengan ungkapan puitis, " The Muslim is not like a bird which has a particular nest ." Maka, balatentara itu pun menandai sebuah gunung sebagai titik awal peperangan dengan mengukir nama Gibraltar (Arab: Jabal Tareq).

Bermula dari Gibraltar , riwayat panjang penaklukan tanah Eropa oleh pasukan Muslim dinarasikan dalam kitab-kitab tarikh al-Islam , sebuah proses penundukan dengan menggunakan hard power : perang dan operasi militer. Dan, Andalusia pun jatuh ke tangan pasukan Tareq bin Ziyad pada tahun 711. Tertulis dalam buku-buku sejarah dunia, penguasaan atas benua Eropa berlanjut melalui jalan soft power ketika imperium Islam sukses membangun peradaban baru, berpuncak pada pencapaian cemerlang di bidang sains, filsafat, seni, sastra, dan kebudayaan. Saksikan, zaman keemasan Islam di Eropa bertahan dalam kurun waktu sangat lama, tujuh abad, di bawah kekuasaan dua dinasti besar dalam sejarah Islam klasik: Umayyah (661-750) dan Abbasiyyah (750-1492).

Setelah berjarak sekitar lima abad, penjelajahan Muslim di benua Eropa dimulai kembali bersamaan dengan gelombang imigrasi massal yang berlangsung pada pertengahan abad ke-20. Kaum imigran Muslim yang berdatangan ke Eropa mayoritas berasal dari negara-negara kawasan Asia Selatan (Pakistan, Afghanistan, Bangladesh, India) dan Afrika Utara (Maroko, Aljazair, Sudan, Somalia, Ethiopia). Mereka berimigrasi ke Eropa karena dua alasan pokok: ekonomi mencari penghidupan yang lebih baik dan politik menghindari rezim despotik. Ketika survei demografi dilakukan pada awal abad ke-21, jumlah kaum Muslim di Eropa Barat sudah mencapai sekitar 17 juta jiwa yang mayoritas tersebar di Prancis (5 juta), Jerman (4 juta), Inggris (2 juta), dan sisanya bermukim di Belanda, Italia, Swedia, Finlandia, Belgia, dan Denmark. Jumlah penduduk Muslim di Eropa tumbuh pesat.

Selain karena gelombang imigrasi yang terus berkesinambungan, juga lantaran pertumbuhan demografi yang berlangsung alamiah melalui proses kelahiran. Tidak seperti orang Eropa asli yang umumnya berkeluarga kecil dengan hanya satu atau dua anak, Muslim tak membatasi jumlah anak sehingga pertumbuhan populasi mereka amat cepat. Melihat gejala demikian, sarjana Barat menulis, Muslim culture is unusually full of messages laying out the practical advantages of procreation .

Maka, sangat mungkin populasi bangsa Eropa akan terus menyusut, mengalami demographic shrinkrage yang disebabkan oleh tingkat kelahiran amat rendah. Selain itu, perbandingan tingkat kematian dan kelahiran di kalangan penduduk imigran juga sangat mencolok. Misalnya, di Italia bagian utara sebesar 0,2 persen dan 25 persen.

Dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi, dapat dimaklumi bila muncul kekhawatiran di sebagian masyarakat Eropa bahwa pada suatu masa nanti perbandingan antara warga Muslim dan warga kulit putih Eropa akan berimbang. Bahkan, yang pertama mungkin dapat melampaui yang kedua. Kekhawatiran semacam ini terungkap dengan amat jelas seperti dapat dibaca dalam buku karangan Christopher Caldwell, Reflections on the Revolution in Europe ( Allen Lane , 2009). Merujuk sebuah jajak pendapat yang melibatkan sejumlah negara Eropa, Caldwell mengungkapkan, sebanyak 57 persen responden mengatakan terlalu banyak orang asing di negara mereka dan hanya 19 persen yang menyatakan kaum imigran berlaku/bersikap baik di negara mereka.

Bahkan, Prancis dan Inggris yang dikenal sangat toleran pada kaum imigran dan menghargai tinggi multikulturalisme, tercatat sebanyak 73 persen dan 69 persen responden di kedua negara itu yang menyatakan terlalu banyak orang asing, bahkan acap kali disebut spesifik: orang Arab, orang Asia/Afrika Muslim di negara mereka. Dikatakan pula, sikap antipati mulai muncul bersamaan dengan kian pesatnya pertumbuhan populasi kaum imigran itu. Bermaksud mengingatkan agar bangsa Eropa waspada, sejarawan Universitas Princeton, Bernard Lewis, membuat pernyataan bernada provokatif, By the end of this century, Europe will be part of the Arabic west, of the Maghreb .

Munculnya kekhawatiran demikian cukup beralasan karena struktur dan komposisi demografi masyarakat Eropa perlahan-lahan mulai bergeser. Pergeseran demografi ini bukan saja disebabkan oleh gelombang besar imigrasi yang tak terbendung dan total fertility rate yang tinggi di kalangan masyarakat pendatang, melainkan juga perkawinan campuran (dan konversi agama) yang turut menyumbang pertumbuhan populasi Muslim Eropa.

Di Belanda, misalnya, pada tahun 2050, menurut proyeksi, sekitar 29 persen anak-anak Belanda yang lahir berayah atau beribu orang asing dan sebagian besar dari mereka adalah Muslim. Pada tahun yang sama, diperkirakan sebanyak 16 juta warga nonkulit putih bermukim di Inggris bila gelombang imigrasi tetap tinggi, yaitu mencapai antara 100,000 sampai 150,000 per tahun. Menurut proyeksi, pada pertengahan abad ke-21, penduduk berkebangsaan asing yang tinggal di negara-negara besar Eropa akan mencapai antara 20 persen sampai 30 persen, sebuah jumlah populasi yang amat besar!

Maka, andai penguasaan atas the whites continent akan berulang kembali, tentu tidak dilakukan melalui jalan perang seperti zaman Tareq bin Ziyad. Namun, itu dilakukan dengan menempuh jalan alamiah melalui demographic engineering : peningkatan gelombang imigrasi dan memacu tingkat kelahiran, sehingga pertumbuhan populasi Muslim di Eropa berlangsung pesat. Menyimak perbincangan orang-orang Eropa di kafe-kafe di tepian Thames River (Inggris), Rhine River (Jerman), atau Champs Elysees (Prancis) yang masyhur itu, sayup-sayup terdengar pertanyaan retorik, Can Europe be the same with different people in it? Ini jelas menyiratkan rasa gundah akan masa depan bangsa kulit putih Eropa pada suatu masa nanti.
(http://www.republik a.co.id/koran/24)