Salurkan Infaq Anda untuk PEMBANGUNAN GEDUNG MADRASAH DINIYAH MUHAMMADIYAH SIDOMULYO KEC.ANGGANA KAB.KUKAR melalui: BRI UNIT ANGGANA No. Rek. 4565.01.003179.53.3 a.n. PIMPINAN CABANG MUHAMMADIYAH ANGGANA

AmirHady RadioOnline

Free Shoutcast HostingRadio Stream Hosting

lazada

Jumat, 29 Agustus 2008

REGU GERAK JALAN KANTOR CAMAT ANGGANA



Dlam rangka ikut memeriahkan perayaan HUT ke 63 Kemerdekaan RI tahun 2008, Kntor camat Anggana mengirim utusan satu regu gerak jalan

Senin, 18 Agustus 2008

EKSPRESI PERAYAAN HUT KE 63 RI




Masyarakat warga RT.9 Desa Anggana mengekpresikan kemeriahan dalam rangka peringatan HUT ke 63 Proklamasi Kemerdekaan RI tahun 2008 dengan mengadakan permainan sepak bola ibu-ibu dengan panjat pinang ibu-ibu, selain acara untuk anak-anak seperti makan kerupuk, gigit uang logam ditepung, dan tarik tambang.

PERINGATAN HUT KE 63 RI DI ANGGANA



Dalam rangka memperingati HUT ke 63 Proklamasi Kemerdekaan RI, pada tanggal 17 Agustus 2008 di Lapangan MTQ Desa Anggana diselenggarakan Upacara Pengibaran dan Penurunan Bendera. Upacara dipimpin langsung oleh Camat Anggana Akh.Taufik Hidayat,SIP. Walaupun hujan, upacara berlangsung dengan hikmat dan dimeriahkan pula oleh marching band dari Sekolah Dasar dan SMP yang ada di Anggana.

Selasa, 12 Agustus 2008

Pembangunan Madrasah Diniyah Muhammadiyah Sidomulyo



Pimpinan Cabang Muhammadiyah Anggana, Kabupaten Kutai Kartanegara pada hari Ahad tanggal 9 Agustus 2008 telah melaksanakan Acara Peletakan Batu Pertama Pembangunan Gedung Madrasah Diniyah Muhammadiyah Sidomulyo.

SILATURAHIM IKATAN GURU BUSTANUL ATHFAL KUTAI KARTANEGARA


Penyelenggaraan Silaturahim Rutin Ikatan Guru Bustanul Athfal (IGBA) Kutai Kartanegara di TK Aisyiyah Bustanul Athfal 1 Sidomulyo Kec.Anggana Kab.Kutai Kartanegara hari sabtu tanggal 9 Agustus 2008, diisi dengan pengarahan oleh Drs.H.Suyatman,S.Pd,MM selaku pembina TK Islam Kalimantan Timur sekaligus Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Kalimantan Timur.

Minggu, 03 Agustus 2008

Antara Al-quran Dan Sang Jendral Adolf Roberto


Suatu sore, ditahun 1525. Penjara tempat tahanan orang-orang di situ
terasa hening mencengkam. Jendral Adolf Roberto, pemimpin penjara yang
terkenal bengis,tengah memeriksa setiap kamar tahanan.

Setiap sipir penjara membungkukkan badannya rendah-rendah ketika 'algojo
penjara' itu berlalu dihadapan mereka. Karena kalau tidak, sepatu
'jenggel' milik tuan Roberto yang fanatik Kristen itu akan mendarat di
wajah mereka.

Roberto marah besar ketika dari sebuah kamar tahanan terdengar seseorang
mengumandangkan suara-suara yang amat ia benci.

" Hai...hentikan suara jelekmu! Hentikan...!" Teriak Roberto
sekeras-kerasnya sembari membelalakan mata.

Namun apa yang terjadi ? Laki-laki di kamar tahanan tadi tetap saja
bersenandung dengan khusyu'nya. Roberto bertambah berang. Algojo penjara
itu menghampiri kamar tahanan yang lasnya tak lebih sekadar cukup untuk
satu orang.

Dengan congak ia menyemburkan ludahnya ke wajah renta sang tahanan yang
keriput hanya tinggal tulang. Tak puas sampai di situ, ia lalu menyulut
wajah dan seluruh badan orang tua renta itu dengan rokoknya yang
menyala.

Sungguh ajaib... Tak terdengar secuil pun keluh kesakitan. Bibir yang
pucat kering milik sang tahanan amat gengsi untuk meneriakkan kata
Rabbi, waana'abduka...

Tahanan lain yang menyaksikan kebiadaban itu serentak bertakbir sambil
berkata,

" Bersabarlah wahai ustadz...Insya Allah tempatmu di Syurga ."

Melihat kegigihan orang tua yang dipanggil ustadz olehsesama tahanan,
'algojo penjara' itu bertambah memuncak amarahnya. Ia diperintahkan
pegawai penjara untuk membuka sel, dan ditariknya tubuh orang tua itu
keras-keras hingga terjerembab di lantai.

" Hai orangtua busuk! Bukankah engkau tahu,aku tidak suka bahasa jelekmu
itu?! Aku tidak suka apa-apa yang berhubung dengan agamamu! Ketahuilah
orang tua dungu, bumi Spanyol ini kini telah berada dalam kekuasaan
bapak kami, Tuhan Yesus. Anda telah membuat aku benci dan geram dengan
'suara-suara' yang seharusnya tak pernah terdengar lagi di sini."
Sebagai balasannya engkau akan kubunuh. Kecuali, kalau engkau mau minta
maaf dan masuk agama kami."

Mendengar"khutbah" itu orang tua itu mendongakkan kepala,menatap Roberto
dengan tatapan tajam dan dingin. Ia lalu berucap,

" Sungguh...aku sangat merindukan kematian, agar aku segera dapat
menjumpai kekasihku yang amat kucintai, Allah. Bila kini aku berada
dipuncak kebahagiaan karena akan segera menemuiNya,patutkah aku berlutut
kepadamu, hai manusia busuk? Jika aku turuti kemauanmu, tentu aku
termasuk manusia yang amat bodoh."

Baru saja kata-kata itu terhenti, sepatu lars Roberto sudah mendarat
diwajahnya. Laki-laki itu terhuyung.Kemudian jatuh terkapar di lantai
penjara dengan wajah bersimbah darah. Ketika itulah dari saku baju
penjaranya yang telah lusuh, meluncur sebuah 'buku kecil'.

Adolf Roberto bermaksud memungutnya

Namun tangan sang Ustadz telah terlebih dahulu mengambil dan
menggenggamnya erat-erat.

"Berikan buku itu, hai laki-laki dungu!" bentak Roberto.

"Haram bagi tanganmu yang kafir dan berlumuran dosa untuk menyentuh
barang suci ini!" ucap sang ustadz dengan tatapan menghina pada Roberto.
Tak ada jalan lain,akhirnya Roberto mengambil jalan paksa untuk
mendapatkan buku itu.

Sepatu lars berbobot dua kilogram itu ia gunakan untuk menginjak
jari-jari tangan sang ustadz yang telah lemah. Suara gemeretak tulang
yang patah terdengar menggetarkan hati. Namun tidak demikian bagi
Roberto. Laki-laki bengis itu malah merasa bangga mendengar gemeretak
tulang yang terputus.

Bahkan 'algojo penjara' itu merasa lebih puas lagi ketika melihat
tetesan darah mengalir dari jari-jari musuhnya yang telah hancur.

Setelah tangan renta itu tak berdaya, Roberto memungut buku kecil yang
membuatnya penasaran. Perlahan Roberto membuka sampul buku yang telah
lusuh. Mendadak algojo itu termenung.

" Ah...sepertinya aku pernah mengenal buku ini. Tapi kapan? Ya, aku
pernah mengenal buku ini." suara hati Roberto bertanya-tanya.

Perlahan Roberto membuka lembaran pertama itu. Pemuda berumur tiga puluh
tahun itu bertambah terkejut tatkala melihat tulisan-tulisan " aneh"
dalam buku itu. Rasanya ia pernah mengenal tulisan seperti itu dahulu.
Namun, sekarang tak pernah dilihatnya di bumi Spanyol.

Akhirnya Roberto duduk disamping sang ustadz yang telah melepas
nafas-nafas terakhirnya. Wajah bengis sang algojo kini diliputi tanda
tanya yang dalam.Mata Roberto rapat terpejam. Ia berusaha keras
mengingat peristiwa yang dialaminya sewaktu masih kanak-kanak.Perlahan,
sketsa masa lalu itu tergambar kembali dalam ingatan Roberto. Pemuda itu
teringat ketika suatu sore di masa kanak-kanaknya terjadi kericuhan
besar dinegeri tempat kelahirannya ini.

Sore itu ia melihat peristiwa yang mengerikan dilapangan Inkuisisi
(lapangan tempat pembantaian kaum muslimin di Andalusia). Di tempat itu
tengah berlangsung pesta darah dan nyawa. Beribu-ribu jiwa tak berdosa
berjatuhan di bumi Andalusia. Di hujung kiri lapangan,beberapa puluh
wanita berhijab (jilbab) digantung pada tiang-tiang besi yang terpancang
tinggi. Tubuh mereka bergelantungan tertiup angin sore yang kencang,
membuat pakaian muslimah yang dikenakan berkibar-kibar di udara.

Sementara, di tengah lapangan ratusan pemuda Islam dibakar hidup-hidup
pada tiang-tiang salib, hanya karena tidak mau memasuki agama yang
dibawa oleh para rahib.

Seorang bocah laki-laki mungil tampan, berumur tujuh tahunan, malam itu
masih berdiri tegak dilapangan Inkuisisi yang telah senyap.
korban-korban kebiadaban itu telah syahid semua. Bocah mungil itu
mencucurkan airmatanya menatap sang ibu yang terkulai lemah di tiang
gantungan.

Perlahan-lahan bocah itu mendekati tubuh sang ummi yang tak sudah
bernyawa, sembari menggayutinya.Sang bocah berkata dengan suara parau,

" Ummi, ummi,mari kita pulang. Hari telah malam. Bukankah ummi telah
berjanji malam ini akan mengajariku lagi tentang alif, ba, ta, tsa....?
Ummi, cepat pulang kerumah ummi..."

Bocah kecil itu akhirnya menangis keras, ketika sang ummi tak jua
menjawab ucapannya. Ia semakin bingung dan takut, tak tahu harus berbuat
apa. Untuk pulang ke rumah pun ia tak tahu arah. Akhirnya bocah
ituberteriak memanggil bapaknya

" Abi...Abi...Abi..."

Namun ia segera terhenti berteriak memanggil sang bapak ketika teringat
kemarin sore bapaknya diseret dari rumah oleh beberapa orang berseragam.

" Hai...siapa kamu?!" teriak segerombolan orang yang tiba-tiba mendekati
sang bocah.

" Saya Ahmad Izzah, sedang menunggu Ummi..." jawab sang bocah memohon
belas kasih.

" Hah...siapa namamu bocah, coba ulangi!"bentak salah seorang dari
mereka.

" Saya Ahmad Izzah..." sang bocah kembali menjawab dengan agak grogi.

Tiba-tiba "plak! sebuah tamparan mendarat di pipi sang bocah.
" Hai bocah...! Wajahmu bagus tapi namamu jelek. Aku benci namamu.
Sekarang kuganti namamu dengan nama yang bagus. Namamu sekarang ' Adolf
Roberto ' .. Awas! Jangan kau sebut lagi namamu yang jelek itu. Kalau
kau sebut lagi nama lamamu itu, nanti akan kubunuh!" ancam laki-laki
itu.

Sang bocah meringis ketakutan, sembari tetap meneteskan air mata. Anak
laki-laki mungil itu hanya menurut ketika gerombolan itu membawanya
keluar lapangan Inkuisisi. Akhirnya bocah tampan itu hidup bersama
mereka.

Roberto sedar dari renungannya yang panjang. Sang Jendral itu melompat
ke arah sang tahanan. Secepat kilat dirobeknya baju penjara yang melekat
pada tubuh sang ustadz. Ia mencari-cari sesuatu di pusar laki-laki itu.
Ketika ia menemukan sebuah 'tanda hitam' ia berteriak histeris,

" Abi...Abi...Abi..."

Ia pun menangis keras, tak ubahnya seperti Ahmad Izzah dulu. Fikirannya
terus bergelut dengan masa lalunya.Ia masih ingat betul, bahwa buku
kecil yang ada didalam genggamannya adalah Kitab Suci Al Qur'an milik
bapaknya,yang dulu sering dibawa dan dibaca ayahnya ketika hendak
menidurkannya.

Ia jua ingat betul ayahnya mempunyai 'tanda hitam' pada bahagian pusar.
Pemuda beringas itu terus meraung dan memeluk erat tubuh renta nan
lemah. Tampak sekali ada penyesalan yang amat dalam atas ulahnya selama
ini.Lidahnya yang sudah berpuluh-puluh tahun alpa akan Islam, saat itu
dengan spontan menyebut,

" Abi... aku masih ingat alif, ba, ta, tha..."

Hanya sebatas kata itu yang masih terekam dalam benaknya.

Sang ustadz segera membuka mata ketika merasakan ada tetesan hangat yang
membasahi wajahnya. Dengan tatapan samar dia masih dapat melihat
seseorang yang tadi menyiksanya habis-habisan kini tengah memeluknya.

" Tunjuki aku pada jalan yang telah engkau tempuhi Abi,tunjukkan aku
pada jalan itu..."

Terdengar suara Jendral Roberto memelas. Sang ustadz tengah mengatur
nafas untuk berkata-kata, ia lalu memejamkan matanya. Airmatanya pun
turut berlinang. Betapa tidak, jika sekian puluh tahun kemudian,
ternyata ia masih sempat berjumpa dengan buah hatinya, ditempat ini.
Sungguh tak masuk akal. Ini semata-mata bukti kebesaran ALlah.

Sang Abi dengan susah payah masih bisa berucap :

" Anakku, pergilah engkau ke Mesir. Di sana banyak saudaramu. Katakan
saja bahwa engkau kenal dengan Syaikh Abdullah Fattah Ismail
Al-Andalusy. Belajarlah engkau di negeri itu,"

Setelah selesai berpesan sang ustadz menghembuskan nafas terakhir dengan
berbekal kalimah indah

"Asyahaduanla Illaaha ilallah, wa asyahadu anna MuhammadRasullullah...'.

Beliau pergi dengan menemui Rabbnya dengan tersenyum, setelah sekian
lama berjuang dibumi yang fana ini.

Kini Ahmad Izzah telah menjadi seorang alim di Mesir. Seluruh hidupnya
dibaktikan untuk agamanya, 'Islam, sebagai ganti kekafiran yang di masa
muda sempat disandangnya.

Banyak pemuda Islam dari berbagai penjuru berguru dengannya... Al-Ustadz
Ahmad Izzah Al-Andalusy.

Benarlah firman Allah...

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah atas
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut arahnya itu. Tidak
ada perubahan atas fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS>30:30) (Iip Syaiful Rahman,)