Salurkan Infaq Anda untuk PEMBANGUNAN GEDUNG MADRASAH DINIYAH MUHAMMADIYAH SIDOMULYO KEC.ANGGANA KAB.KUKAR melalui: BRI UNIT ANGGANA No. Rek. 4565.01.003179.53.3 a.n. PIMPINAN CABANG MUHAMMADIYAH ANGGANA

AmirHady RadioOnline

Free Shoutcast HostingRadio Stream Hosting

lazada

Minggu, 29 Maret 2009

Donor Darah di Milad IMM



Disela-sela penyelenggaraan Lokakarya Peranan Jaringan Dalam Pengembangan Dakwah Muhammadiyah yang diselenggarakan oleh LPPM STIE Muhammdiyah Samarinda, dan bertepatan dengan peringatan Milad IMM yang digagas oleh IMM Komisariat STIEM Samarinda, diselenggaraan bakti sosial berupa pengumpulan donor darah oleh Palang Merah Indonesi (PMI) Samarinda. Penulis ikut berpartisipasi menyumbang darah dengan menjadi pendonor.

Senin, 16 Maret 2009

MARIO TEGUH STAR POINT




Vatikan Himbau Industri Keuangan Barat Adopsi Sistem Syariah Islam


Vatikan menghimbau industri perbankan mengadaptasi sistem keuangan syariah untuk memulihkan kepercayaan para nasabah dan mengatasi krisis yang melanda industri keuangan global.

Surat kabar resmi Vatikan Osservatore Romano dalam sebuah artikelnya menulis, bahwa sistem keuangan syariah yang mengedepankan etika bisa membawa para nasabah untuk kembali percaya pada sistem keuangan dan semangat dari makna layangan jasa keuangan yang sebenarnya. Untuk itu, bank-bank di negara-negara Barat seharusnya mengadopsi konsep syariah, misalnya konsep surat berharga syariah yang dikenal dengan sebutan Sukuk untuk jaminan.

Artikel itu menyebutkan, Sukuk bisa digunakan untuk membiayai industri otomotif atau membiayai pelaksanaan Olimpiade yang akan digelar di kota London. Pembagian keuntungan yang didapat dari Sukuk, bisa dijadikan alternatif untuk mendapatkan profit yang bisa membantu sektor otomotif dan investasi di bidang infrastruktur.

Karena dalam konsep Sukuk, uang hanya diinvestasikan pada proyek-proyek yang konkrit dan keuntungannya dibagi rata pada semua pihak.

Editor Obsservatore, Giovanni Maria Vian pada surat kabar Corriere della Sera mengatakan, setiap agama memiliki perhatian yang sama besar pada dimensi kemanusiaan dalam sektor perekonomian dan konsep ekonomi Islam sudah membuktikannya. (ln/mol/eramuslim)

Minggu, 08 Maret 2009

YPO (Young President's Organizations) Belajar Islam


Kamis malam, 5 Maret kemarin, terjadi sebuah hajatan akbar di Islamic Center New York. Kelompok presiden-presiden muda yang tergabung dalam sebuah perkumpulan yang disebut YPO (Young President's Organizations) atau presiden muda organisasi-organisasi (profesional) dalam berbagai bidang berkunjung ke Islamic Center. Kunjungan ini telah direncanakan secara profesional sejak sekitar dua bulan lalu. Maksud kunjungan adalah untuk melakukan dialog terbuka tentang Islam dan budaya Islam.

Tidak kurang dari 125 presiden berbagai institusi, termasuk presiden-presiden bisnis, media, dll., sangat antusias mendengarkan paparan tentang Islam dari saya sendiri, Imam Faisal Abdur Rauf (Imam Masjid Farah di NYC) dan Sr. Dalia Majid, penulis buku Who Speaks for Islam bersama Dr. John Esposito dari DC. Bagi Islamic Center ini sebuah gebrakan luar biasa, mengingat pesertanya adalah pimpinan-pimpinan berbagai institusi bergengsi di kota New York dan sekiatarnya. Bahkan sebagian adalah CEO beberapa perusahaan ternama dan berafiliasi ke Wall Street.

Yang menarik, acara ini sebenarnya dilakukan atas inisiatif Islamic Center dan Cordova Institute pimpinan Imam Faisal Abdur Rauf. Tapi seluruh kebutuhan pendukung, termasuk katering makan malamnya ditanggung oleh mereka. Bahkan, untuk penyajian makan malam, ruangan masjid Islamic Center ruang dasar disulap menjadi sebuah restoran mewah. Semua didesign oleh sebuah perusahaan katering yang bergengsi, namun dengan menu yang halal.

Tiga Pertanyaan Utama

Acara dimulai dengan pembukaan oleh Presiden YPO, yang pada intinya menyampaikan terima kasih tak terhingga kepada Islamic Center atas kebaikannya menjadi tuan rumah dan mengundang anggota YPO untuk berdialog tentang Islam. Menurutnya, sejak lama, dan khususnya setelah 11 September, mereka sudah meniatkan untuk melakukan sebuah acara seperti ini. Tapi, menurutnya lagi, tidak tahu bagaimana dan dari mana memulai.

Presiden YPO, Mr. Cristian Dubb, menegaskan bahwa banyak di antara anggota YPO yang sama sekali 'buta' tentang Islam. Dan, menurutnya lagi, cenderung salah memahami segala sesuatu yang terkait dengan berbagai peristiwa yang terjadi,. khususnya jika hal itu dikaitkan oleh orang Islam (Muslim). "Saya merasa bersalah jika hal ini terjadi terus menerus dan tidak ada usaha klarifikasi langsung dari pihak-pihak yang punya otoritas akan hal tersebut", jelasnya. "Semoga langkah ini menjadi saksi bahwa kita tidak terpenjara oleh persepsi kita sendiri, yang boleh jadi merupakan kejahilan (ignorance) yang tidak dibenarkan (justified)", lanjutnya.

Presiden YPO kemudian mempersilahkan saya untuk menyampaikan 'ucapan selamat datang' (welcome remarks). Oleh karena saya adalah salah seorang pembicara, saya hanya menyampaikan 'kebahagiaan atas kehormatan yang diberikan kepada Islamic Center sebagai tuan rumah acara yang langka tersebut'. Terima kasih kepada Cordova dan Imam Faisal, YPO president, dan juga semua yang hadir. Saya tutup dengan mengatakan "I am trying to avoid my instinct as an Imam". "As you know, for Imam, when you hand over the microphone to him, he will not be able to stop speaking", kata saya disambut gelak tawa para hadirin.

Acara kemudian dilanjutkan dengan diskusi yang dimoderatori oleh sekretaris YPO, Mr. Paul Bergmen (or Bergman). Tidak satu dari kami bertiga yang diberikan kesempatan untuk menyampaikan kata pengantar diskusi. Acara langsung dimulai dengan pertanyaan kepada setiap pembicara.

Pertanyaan pertama ditujukan kepada Imam Faisal mengenai apa artinya menjadi seorang Muslim. Dalam jawabannya, beliau menyampaikan pokok-pokok Iman dan Islam (Rukun Iman dan rukum Islam). Tapi tentunya dalam pembahasan yang cukup ilmiyah mendasar. Pada intinya beliau menyampaikan bahwa untuk menjadi seorang Muslim, ada dua hal yang mutlak terpenuhi, yaitu iman dan amal. Iman adalah ungkapan hati, sementara amal adalah ungkapan anggota tubuh. Dankeduanya harus sejalan (seiya). Ketika amal menunjukkan Islam, namun hati tidak setuju, maka disebut 'munafik'. Sebaliknya, jika hati menyatakan Islam (submission), namun anggota tubuh menolak, makan ini disebut "kefasikan".

Pertanyaan kedua ditujukan kepada saya sendiri. 'Imam, Ibnu Taimiyah in one of his books said that Jihad is so essential, and even might be considered the sixth pillar of Islam. Could you tell us what does jihad mean?'.

'Barangkali dalam berbagai forum yang saya pernah ikuti, pertanyaan tentang jihad memang selalu muncul', kataku memulai. Sayang sekali, ketika kata jihad terdengar, yang pertama kali sampai dibenak mereka yang mendengarkan kata itu adalah 'killings, bombings, wars, and so forth. Persepsi ini, jelasku, sangat sempit, bahkan bisa dianggap 'misleading'.

Saya katakan sempit karena konsep jihad jauh lebih besar dan luas ketimbang perang. Perang hanya bagian kecil dan tempat perang dalam konsepsi jihad memiliki kedudukan dengan segala keterbatasan. Yaitu di saat situasi memaksa, dan ini memerlukan penjelasan tersendiri yang komprehensif. Saya katakan 'misleading' karena kata jihad sangat tidak benar untuk diterjemahkan dengan 'holy war'. Bahkan perintah untuk berjihad telah diturunkan dalam Al Qur'an jauh sebelum ada perintah perang dalam sejarah Islam.

Singkatnya, saya katakan, jihad merupakan perintah sangat global untuk melakukan perjuangan dan kerja keras menuju kepada situasi yang lebih baik. Baik itu pada tataran pribadi, kelurga, bangsa, maupun dalam upaya menciptakan dunia yang lebih baik. Maka, kata jihad berarti "usaha sungguh-sungguh dan profesional".

Usaha sungguh-sungguh dan profesional ini mencakup tiga hal:

Satu: biljawarih; yaitu jihad dengan anggota tubuh (physical involvement). Yaitu segala usaha yang sungguh dan profesional yang menyangkut anggota tubuh untuk menciptakan situasi yang lebih baik dalam segala skal kehidupan. Pebisnis Muslim yang sungguh-sungguh dan profesional (melakukan berdasarkan ilmu dan hukum Islm yang benar), seperti jujur, tidak terlibat dengan bisnis haram, dll., adalah mujahid dalam kategori ini.

Perang dalam membela hak dan keadilan adalah bagian penting dari sisi jihak bil jawarih ini.

Dua: bil-aql; yaitu jihad dengan melibatkan kecerdasan akal dan pemikiran. 'Knowledge in Islam is one of the two basic keys for any action to be considered a worship', jelas saya. Menuntut ilmu adalah perintah mendasar, dan bahkan ayat pertama yang turun kepada Rasulullah (SAW) adalah perintah untuk 'berpikir atau membaca' (Iqra'). Maka, menuntut ilmu adalah kewajiban bagi semua Muslim, pria maupun wanita.

Tiga: bil-qalb; yaitu dengan hati dan nurani atau dalam bahasa keseharian mungkin bisa disebutkan sebagai al-jihad ar-ruuhy (spiritual struggle). 'This is the largest part, and in fact, the most important jihad in our life', jelasku merujuk kepada statement yang mengatakan: "raja'na minal jihad al-asghar ila al-jihad al-akbar". Bahkan ayat perintah untuk berjihad akbar (wa jaahid-hum bihi jihaadan kabira) justeru turun di Mekah, jauh sebelum diturunkan perintah perang.

Kesimpulannya, jihad adalah mengerahkan segala daya dan upaya secara sungguh-sungguh, terus menerus dan profesional dalam upaya menciptakan keadaan yang lebih ahsan. Dari kezaliman kepada keadilan. Dari kemiskinan kepada kemakmuran. Dari kejahilan kepada pengetahuan. Dari kesemrawutan kepada kedisiplinan, dst., semua ini membutuhkan jihad yang sungguh-sungguh.

Pertanyaan ketiga ditujukan kepada Sr. Dalia Majid. 'Dalia, what many are questioning around is that why we did not hear strong voice of Muslims, especially Muslim scholars, condemning terrorism and radicalism?'.

Sr. Dalia yang memakai jilbab rapih itu menjawab dengan sangat ilmiyah dan sistimatis. Intinya, beliau menyampaikan bahwa ada beberapa alasan kenapa 'Muslim voices are not heard'. Maksud beliau, bukan karena tidak ada atau kurang yang mengutuk terorisme, tapi kenapa suara-suara yang mengutuk itu tidak didengar.

Satu: memang karena pernyataan mengutuk itu tidak sampai kepada khalayak ramai. Inin disebabkan oleh media yang masih didominasi oleh pebisnis yang mencari profit. 'And we know who can deliver to them the profit', katanya tenang. Jadi sebenarnya sudah banyak dan sudah lama ulama Islam menyampaikan kutukan, bahkan kata Dalia lagi, pimpinan Hamas pun pernah menyampaikan kutukan tersebut. Sayang, media-media utama, segaja atau tidak, tidak berhasrat untuk menyampaikan ini kepada khalayak ramai.

Dua: memang ada semacam tendensi (kecenderungan) sebagian untuk selalu overlook pernyataan-pernyataan mengutuk dari ulama Islam. Ini karena terkadang mind-set orang-orang tersebut memang telah dibentuk sedemikian rupa, sehingga suara-suara pernyataan mengutuk itu berlalu bagaikan angin berlalu. Dalia memberikan contoh. 'How many of you had ever googled things on the web?', tanyanya. Hadirin nampak tertawa mendengarkan hal ini. 'I suggest you to google, Muslims condem terrorism. I ensure you will find a lot of statements condemning terrorism by Muslim scholars, even some whom you may consider radical ones', jelas Dalia.

Dalia mengakhiri penjelasannya dengan mengatakan "barangkali memang ada yang cenderung tidak ingin mengutuk beberapa tindakan terorisme, termasuk serangan 11 September". Menurutnya, ini disebabkan karena persepsi tentang peristiwa itu dipahami tidak sejalan dengan apa yang kita pahami. Dalia kemudian memberikan contoh perang Gaza. 'How many Americans condenmed the killing of chidlren and women?", tanyanya. Hampir tidak ada. Kenapa? Karena persepsi orang-orang Amerika melihatnya sebagai 'self defense' bagi orang-orang Israel.

Ketika ada serangan terorisme yang dilakukan oleh orang-orang Muslim, boleh jadi ini dilihat sebagai 'self defence' atas berbagai aggression yang dilakukan oleh siapa yang dipersepsikan sebagai musuh-musuh mereka. Sebelum Amerika menduduki Irak, hampir tidak ada orang Islam yang membunuh tetangga. Tapi ketika Amerika menduduki Irak, saling membunuh 'might be a means te have back their rights and dignity'.

Appreciation

Demikian pertanyaan demi pertanyaan disampaikan oleh moderator, dan dilan jutkan kemudian oleh para hadirin (audience). banyak yang terjawab dan memuaskan, tapi ada beberapa pertanyaan yang difollow-upi dengan pertanyaan-pertanyaan selanjutnya karena jawaban yang diberikan oleh nara sumber masih belum memuaskan.

tapi pada akhirnya, hampir semua yang hadir menyatakan sangat puas. Bahkan banyak di antara mereka menyatakan terima kasih dan penghargaan yang tinggi atas acara tersebut. Bahkan ingin kalau acara seperti itu minimal dilakukan sekali dalam setahun.

Acara diakhir dengan makan malam. Tapi di tengah santap malam pun masih dilakukan tanya jawab dengan Imam faisal dan saya sendiri. Sr. Dalia harus kembali ke DC sebelum acara makan malam, sehingga tidak terlibat pada acara tanya jawab di saat makan malam berlangsung. Pertanyaan beragam, dari Syariah hingga ke Obama. Semua terjawab secara baik dan rapih oleh Imam Faisal Abdur Rauf.

Acara ditutup dengan ucapan terima kasih dari saya sebagai tuan rumah. Saya hanya menyampaikan penghargaan sekali lagi kepada YPO atas kerjasama yang baik. Saya menekankan bahwa negara-negara Muslim ada sekitar 57 negara. Akan sangat sia-sia jika Amerika membangun hubungan yang tidak bersahabat. Amerika membutuhkan negara-negara Muslim, dan negara-negara Muslim juga membutuhkan Amerika dalam banyak hal. Masa depan akan semakin cemerlang jika, seperti diungkapkan Obama, dibangun relasi yang saling menguntungkan dan saling menghormati.

Akhirnya, saya tak habis pikir kenapa orang-orang itu pada ingin mendengarkan ceramah tentang Islam? Apa yang ada dibenak mereka? Bukankah mereka bisa saja acuh dan tak peduli dengan Islam, sebagaimana mereka memang tidak peduli dengan agama? Tapi adakah memang Islam telah menjadi magnet yang menarik kuat perhatian orang-orang Amerika, termasuk pada profesional di bidang bisnis dan media? (M. Syamsi Ali)

Kontroversi Kata 'Allah' Terus Bergulir


KUALA LUMPUR -- Agama non-Muslim di Malaysia dilarang menggunakan kata ''Allah''. Seorang mantan imam besar Masjid Nasional, Taib Azamudden Mat Taib, menegaskan bahwa kata ''Allah'' tak bisa digunakan non-Muslim.

Sebab, kata dia, kata ''Allah'' berasal dari keyakinan agama Islam. Seperti diberitakan kantor berita Bernama, penegasan itu disampaikan Taib di hadapan Dewan Rakyat, Kamis (5/3).

Menurut Taib, arti kata ''Allah'' bagi agama lain sangat berbeda dengan ''Allah'' dalam Islam. Pendapat itu diungkapkan Taib, yang juga anggota perwakilan dari PAS--partai Islam di Malaysia--menjawab pertanyaan salah seorang menteri, Datuk Seri Dr Ahmad Zahid Hamidi.

Larangan penggunaan kata ''Allah'' oleh non-Muslim sebenarnya sempat diperbolehkan. Namun, baru-baru ini Kementerian Dalam Negeri kembali melarang penggunaan kata ''Allah'' sebagai terjemahan dari kata ''God'' oleh agama lain. Non-Muslim dipersilakan menggunakan kata Tuhan dan tak boleh menggunakan kata ''Allah''.

Meski begitu, tak semua umat Islam di Malaysia sepakat dengan larangan itu. Dua anggota legislatif dari Partai PAS, Dr Dzulkefly Ahmad (Kuala Selangor) dan Khalid Samad (Shah Alam), tak mempermasalahkan penggunaan kata ''Allah'' oleh agama non-Muslim. Menurut keduanya, kata ''Allah'' dalam Alquran juga digunakan agama lain.( hri/By Republika Newsroom)