Selasa, 27 Juli 2010
Ketika Sang Muballigh sakit
Suatu hari di sebuah pengajian ibu-ibu, sang Muballigh pamit tidak bisa hadir. Dia tidak memberitahu alasannya. Dia sakit dan dirawat di rumah sakit.
Ibu-ibu ternyata mencium sesuatu dan mencari tahu kenapa sang guru tidak hadir di pengajian. Ketemulah jawabannya bahwa sang muballigh lagi sakit. Dia menjalani operasi di rumah sakit.
Biasalah, kehidupan seorang muballigh itu sederhana dan bersahaja. Demikian pula muballigh yang satu ini. Dia memang muballigh yang bisa dibilang sangat sederhana dan sangat ikhlas.
Para ibu kemudian berniat untuk membantu sang guru yang lagi sakit. Mereka bersepakat untuk mengumpulkan uang guna meringankan biaya di rumah sakit bagi sang muballigh.
Uang terkumpul lumayan banyak.
Para ibu kemudian menjalankan sunnah Nabi saw dengan menjenguk “saudaranya” yang sakit. Di rumah sakit, para ibu dengan sedikit basa basi kemudian mengatakan:
Bapak, kami datang ke sini untuk memberikan amanat para ibu yakni menyerahkan sumbangan untuk kepentingan meringankan biaya bapak di rumah sakit.
Tentu saja sang muballigh berterima kasih dan merasa bersyukur karena dibantu.
Singkat cerita, sembuhlah sang muballigh.
Tidak berapa lama kemudian, sang muballigh mengundang para ibu ke rumahnya (rumah tempat tinggal yang bukan milik sang muballigh). Para ibu senang mendengar Bapak guru sudah sembuh. Datanglah mereka ke rumah sang muballigh.
Sang Muballigh mengucapkan terima kasih kepada para ibu yang telah membantu biaya selama dirinya dirawat di rumah sakit. Dan alhamdulillah, sekarang dirinya sudah sembuh. Di bagian akhir dari sambutan sang muballigh, ada sesuatu yang mengejutkan. Sang muballigh menyerahkan sebuah amplop yang agak besar.
Tentu saja para ibu kaget. Apa isi amplop itu? Sang muballigh mempersilahkan para ibu untuk membukanya. Ketika dibuka, ibu-ibu lebih kaget lagi. Isinya adalah uang!
Para ibu bertanya-tanya, ada apa dengan uang itu. Kenapa sang muballigh memberi mereka uang. Bapak muballigh itu kemudian menjelaskan bahwa uang itu adalah uang kelebihan dari sumbangan ibu-ibu untuk berobat di rumah sakit. Uang sumbangan dari ibu-ibu itu lebih dari cukup untuk berobat. Karena akad (kata-kata para ibu) waktu menyerahkan sumbangan adalah untuk biaya berobat dan ternyata masih ada kelebihan maka kelebihan itu dikembalikan.
Itulah kisah seorang Muballigh yang saya beruntung pernah belajar kepada beliau waktu di Mu’allimin tahun 1972/1973. Beliau adalah Bapak AR Fakhruddin, mantan ketua PP. Muhammadiyah. Rumah tinggal Pak AR sekarang menjadi Kator PP. Muhammadiyah yang baru di jl. Cik Di Tiro (dekat kampus UGM)
M.Yusron Asrofi
Catatan: Karena cerita ini sudah lama saya dengar maka detil cerita mungkin ada kekeliruan. Karena itu saya istighfar kepada Allah. Semoga kalau saya keliru, Allah mengampuni saya. Isi cerita sudah saya konfirmasi dengan Pak Sukri AR, meskipun saya mendengarnya dari orang lain.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar