Pada hari raya Idul Fitri, kaum muslimin bersama-sama bertakbir dan bertahlil untuk mengagungkan dan meng-Esakan Allah SWT, seru sekalian alam. Takbir dan tahlil yang menggema diseluruh penjuru dunia itu diringi dengan kebahagiaan dan kegembiraan bagi kaum muslimin, karena telah menyelesaikan kewajiban berpuasa yang merupakan salah satu dari rukun Islam.
Ada empat hal yang perlu kita renungkan pada suasana Idul fitri ini. Pertama,kita telah melakukan kewajiban berpuasa selama bulan ramadhan. Kedua, dibulan ramadhan, kita sama-sama telah menmperingati turunnya Kita Suci Al Qur,an, yang menjadi pedoman hidup kita. Ketiga, sebelum kita pergi shalat ‘Ied, kita telah menyerahkan zakat fitrah kepada kaum fakir miskin. Ke empat, biasanya setelah itu kita akan mengadakan silaturahim kepada sesame keluarga kerabat, para tetangga dan kepada kaum muslimin lainnya.
Yang pertama kita telah sebulan puasa. Tujuan puasa tidak lain adalah seperti termaktub pada surat Al Baqarah ayat 183 : “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepada kalian berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang terdahulu, agar kalian meningkatkan ketaqwaan kalian”
Allah SWT telah memerintahkan kepada kita agar supaya kita benar-benar bertaqwa kepada-Nya. Artinya ketaqwaan kita agar kita jalani dan kita mantapkan dengan sungguh-sungguh. Tidak mempermudah dan tidak menganggap enteng dalam bertaqwa kepada Allah SWT.
“Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa” (QS.Ali Imran ayat 102). Ini menunjukkan bahwa ada diantara orang-orang yang walaupun sudah beriman masih juga ditemui taqwanya tidak sebenar-benarnya. Apalagi orang yang tidak beriman, mengaku-ngaku bertaqwa, pasti dusta.
Mengapa Allah SWT memerintahkan kepada orang yang beriman untuk bertaqwa dengan benar-benar? Karena Allah menjamin bahwa orang yang beriman dan benar taqwanya akan memiliki modal yang kuat dalam hidupnya di dunia maupun di akhirat kelak. Hanya orang-orang yang berakal jernih sajalah yang mengerti bahwa modal dan bekal yang paling baik dalam mengarungi hidup ini adalah taqwa kepada Allah SWT.
“Berbekallah kalian semasa hidup kalian, dan sesungguhnya bekal yang paling baik (sempurna) adalah sikap dan perilaku taqwa. Bertaqwalah kepada-Ku, hai orang-orang yang berakal dan berhati jernih. (QS.Al Baqarah ayat 197).
Marilah kita adakan evaluasi terhadap puasa kita, apakah taqwa kita telah meningkat atau belum, terutama pada sikap dan perilaku kita dihari-hari mendatang.
Yang kedua, dalam bulan ramadhan kita memperingati turunnya Al Qur’an. Al Qur’an sudah tidak diragukan lagi menjadi petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa. “Inilah kitab (Al Qur’an) yang tidak ada keraguan atasnya, sebagai petunjuk bagi orang-orang yang taaqwa”. (QS.Al Baqara ayat 2).
Ayat ini menunjukkan bahwa Al Qur’an adalah kitab yang paling benar, yang paling haq, sehingga tidak pantas bila seseorang yang mengaku Islam meragukan kebenarannya, sehingga ada upaya untuk mereduksi apalagi mengamandemen ayat-ayat Al Qur’an, dengan alas an sudah tidak sesuai lagi dengan situasi dan kondisi jaman sekarang. Al Qur’an itu datangnya dari Allah SWT. Tuhan yang tahu betul tentang kelakuan dan tabiat manusia ciptaannya, sehingga dibuatkanlah pedoman yang pasti pas dan cocok untuk manusia itu. Makanya kita pertanyakan keimanan seseorang yang meragukan kemutlakan ayat-ayat Al Qur’an tersebut, bahkan berani mengatakan sudah tidak sesuai lagi dengan Hak Asasi Manusia (HAM), pluralisme dan Gender. Al Qur’an menjadi petunjuk yang paling baik, di antara pedoman hidup yang ada, bagi manusi terutama bagi orang-orang yang taqwa.
Dalam berbagai ayat disebutkan akan kebenaran Al Qur’an, bukti-bukti akan kebenarannya masuk akal dan dapat diterima dengan rasio, dan bahkan meniadakan keraguan, kebimbangan dan syak wasangka. Mari kita perhatikan ayat 88 surat Al Isra : “Katakanlah Muhammad, seandainya jika seluruh manusia dan jin bekerja sama untuk membuat yang serupa dengan (kitab) Al Qur’an, niscaya tidak akan dapat dan tidak akan mampu, sekalipun mereka bekerja sama satu dengan yang lain.”
Masihkan kita meragukan Al Qur’an sebagai petunjuk bagi kita orang-orang yang beriman, yang bertaqwa? Oleh karena itu, jika benar-benar ingin meningkatkan ketaqwaan, maka jadikanlah Al Qur’an sebagai bacaan utama dan pertama bagi kita, tiada hari tanpa membaca Al Qur’an,
Yang ketiga, kita menyerahkan zakat kepada fakir miskin yang ada di sekitar kita atau kepada Badan/Lembaga Amil Zakat. Hal ini merupakan symbol dari salah satu hikmah puasa, yaitu kepedulian kepada nasib kaum dhua’fa. Kepedulian ini hendaknya tidak hanya terjadi sekali saja selama setahun, tetapi seterusnya. Allah SWT mnengancam orang yang menyimpan harta kekayaan dan bersifat bakhil. Surat At Taubah ayat 34: “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak (kekayaan), tetapi tidak mau menafkahkan kepada fakir miskin pada jalan Allah, maka beritahukan kepada mereka bahwa mereka akan mendapatkan siksa yang sangat menyakitkan.
Yang kempat yaitu silaturahim, menyambung tali persaudaraan mengikat kasih saying, dan sekaligus saling berma’afan. Dalam hidup bermasyarakat, memang kita harus rukun antar sesame. Menghindari perbuatan yang menyebabkan perselisihan dan permusuhan serta saling membenci dan dendam. Lebih-lebih persaudaraan antara umat Islam sendiri. Ukhuwah Islamiyah harus semakin erat terjalin.
Rasulullah saw bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan tali persaudaraan”. (HR.Muslim).
Sebagai penutup, marilah kita menyatukan hati, berjuang menegakkan agama Islam dengan gembira dalam rangka meraih ridha Allah SWT. Akhirnya terwujud baldatun thoyibatun wa rabbun ghofur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar