Bersegeralah atau cepat-cepatlah, “buruan” demikianlah Allah SWT mengawali firman-Nya sebagaimana tersebut dalam Al Qur’an surat ke 3 ayat 133. Allah SWT yang sangat faham dan mengerti dengan keadaan manusia ingin menunjukkan betapa “sempitnya” keadaan kita manusia, betapa “mendesaknya” situasi, betapa sudah “daruratnya” kehidupan manusia, sehingga kita perlu melakukan tindakan yang segera, tindakan yang cepat atau “buruan”.
Tapi, apa yang harus disegerakan itu ? apa sebenarnya yang diburu itu ?
Di dalam ayat itu juga kita telah diberi informasi oleh Allah SWT untuk segera-sesegera mungkin mencapai ampunan Allah SWT, untuk cepat-cepat mengejar ampunan Allah SWT, untuk buru-buru memperoleh dan mendapatkan ampunan Allah SWT. Apa sebab ? Karena hanya dengan ampuan Allah SWT. kita akan selamat di akhirat kelak, karena hanya dengan ampunan Allah SWT. sajalah kita bisa terhindar dari siksa api neraka jahanam.
Sebagai bahan perbandingan, kita perlu mengetahui dan mengingat bahwasanya Rasulullah Nabi Muhammad saw, seorang manusia yang sempurna dan sebagai makhluk yang paling mulia dijagat raya ini, sebuah insan yang terjaga dari dosa, setiap harinya senantiasa masih saja memohon ampunan kepada Allah SWT, dan menurut riwayat disebutkan bahwa Nabi saw tidak kurang beristighfar sebanyak 70 kali dalam setiap harinya. Dalam riwayat lain, disebutkan bahwa kaki sang Nabi saw sampai bengkak karena terlalu lama melakukan sholat malam. Semua itu dilakukan oleh Rasulullah saw dalam rangka ingin memperoleh dan mendapatkan ampunan dari Allah SWT. Padahal, kita tahu bahwa beliau tidak berdosa, tapi masih saja minta ampun kepada Allah SWT. Subhanallah.
Kata kunci berikutnya dalam firman Allah SWT tersebut adalah surga. Selain kita disuruh untuk mengejar dan mendapatkan ampunan, kita juga disuruh untuk mengejar surga. Hanya saja, kalau kita mau jujur melihat dan berkaca pada diri kita, apakah pantas kita memperoleh surga tersebut? Sudah patutkah kita mengharap surga? Sebab orang yang akan menerima surga-Nya hanyalah orang yang yang taqwa. Sudah bisakah kita disebut orang yang bertaqwa?
Taqwa dapat diartikan sebagai “memelihara atau menjaga”, maksudnya adalah bahwa pada saat manusia dilahirkan, dia dalam keadaan fitrah/suci, maka seharusnyalah pada saat kita kembali kepada Allah SWT juga harus dalam keadaan fitrah atau suci. Jadi kalau kita bisa dan mampu menjaga ke-fitrahan tersebut, berarti barulah kita dikatakan orang yang bertaqwa. Kita ibaratkan, kita meminjam sebuah pisau yang tajam, maka setelah kita gunakan untuk keperluan dan pekerjaan kita dalam waktu tertentu, kita harus mengembalikan kepada orang yang punya pisau tersebut dalam keadaan sebagaimana kita meminjam dahulu itu, dan kita harus bertanggung jawab atas kondisi sebagaimana kita meminjam pisau tersebut yaitu tetap tajam, tetap bersih dan tidak rusak. Demikian juga jiwa kita, sebagaimana kita dilahirkan dalam keadaan fitrah dan suci dari dosa, maka pada saat kembali kelak kepada Allah SWT, jiwa kita harus dalam keadaan fitrah dan suci pula. Nah, kemampuan kita untuk menjaga dan memelihara sikap dan sifat yang fitrah dan suci itulah yang disebut taqwa.
Kenapa harus terburu-buru? Kenapa harus cepat-cepat? Kenapa harus sesegera mungkin kita mencari ampunan dan surga tersebut? Apakah surga dan ampunan itu akan habis tidak tersisa? Apakah kita tidak akan kebagian? Tidak, sekali-kali tidak. Bagi orang yang taqwa, ampunan dan surga Allah SWT itu luasnya seluas-luasnya, ampunan dan surga disediakan seluas langit dan bumi. Ketahuilah bahwa sifat buru-buru dan keadaan yang sangat mendesak tersebut karena kesempatan dan waktu yang kita miliki sangat terbatas, artinya umur atau usia hidup kita ini sangat sempit. Kita tidak tahu kapan kita mati, kita tidak tahu kapan kita akan kembali kepada Allah SWT.
“ Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhan-mu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa “ (QS.Ali Imran (3) ayat 133).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar