foto by amir hady |
foto by amir hady |
foto by amir hady |
Penyelenggaraan pemilu legislatif tahun 2014 yang baru lalu (9-4-2014) sangat
melelahkan bagi para anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di
setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) mesti bekerja keras secara manual
melakukan penghitungan suara sebanyak empat kotak suara dan menyalin hasilnya
dengan tulisan tangan ke lembaran-lembaran berita acara berupa formulir Model
C, Model C1 dan Lampirannya untuk DPR sebanyak 17 set, untuk DPRD Provinsi
sebanyak 17 set, dan untuk DPRD Kab/kota sebanyak 17 set, serta untuk DPD
sebanyak 15 set.
Oleh karena dilakukan secara manual, maka sangat menguras tenaga,
menguras pikiran dan banyak memakan waktu, makanya seluruh rangkaian kegiatan
di TPS berakhir malam hari.
Untuk penyelenggaraan pemilu yang akan datang yaitu tahun 2019, rasanya
sudah perlu dirancang jauh-jauh hari dengan cara digital atau elektronik.
Sebab, selain teknologi informasi sudah mutahir, ditambah yang dihitung menjadi
lima kotak suara, karena ketambahan pemilihan presiden dan wakil presiden, jadi
kalo masih manual sudah tidak efektif dan efisien lagi.
Disamping itu penduduk Indonesia sudah E-KTP semuanya, oleh karena itu
sudah bisa diandalkan sebagai data pemilih. Sehingga tidak perlu lagi melakukan
pendaftaran pemilih, dan E-KTP bisa difungsikan sebagai kartu pemilih.
Beberapa perangkat yang mesti disiapkan di TPS yaitu LCD touch screen
sebanyak dua buah, satu untuk simulasi di TPS untuk latihan dan satu buah lagi
untuk pemilihan yang sebenarnya. Jadi di LCD tersebut pemilih memilih calon
legislatif dan calon presiden dengan menyentuh gambar foto di layar, bahkan
kalo perlu disiapkan juga gambar untuk golput. Untuk itu perlu dua buah laptop
dan sebuah printer, satu laptop untuk simulasi dan satu laptop untuk server.
Laptop ini juga berfungsi sebagai monitor kontrol oleh petugas KPPS, hanya
untuk memastikan si pemilih sudah memilih atau belum di bilik suara dan untuk
switch surat suara DPR, surat suara DPD, surat suara DPRD Provinsi, surat suara
DPRD Kab/kota dan surat suara Presiden. Jadi petugas KPPS tetap tidak bisa
melihat gambar apa yang disentuh oleh pemilih.
Sistem yang ada di laptop itu sudah disetting dengan waktu, artinya
waktu mulai memilih dan berakhirnya memilih sudah diseting sedemikian rupa,
jadi sebelum dan sesudah waktu yang ditentukan, LCD tidak akan aktif. Setelah
waktu pemilihan selesai, maka laptop hanya bisa digunakan untuk melihat dan
mencetak hasil perhitungan suara di TPS tersebut, setelah berita acara dan
lampirannya diprint sejumlah keperluan yang dibutuhkan oleh KPPS, para saksi
dan pengawas dan ditandatangani oleh para pihak serta untuk di tempel di papan
pengumuman TPS, kemudian laptop diserahkan ke PPS desa/kelurahan untuk dibuka
kembali (kalo diperlukan) pada rapat perhitungan suara di tingkat PPS.
Di PPS hanya perlu sebuah Laptop, sebuah printer dan seperangkat LCD
Proyektor. Jadi rapat rekafitulasi perhitungan suara diisi dengan pembacaan
berita acara oleh masing-masing KPPS. Kalkulasi dilakukan oleh sistem di laptop
dan dapat disaksikan langsung di layar yang dipancarkan oleh LCD Proyektor. Setelah
hasilnya diterima oleh semua pihak, PPS mencetak berita acara sebanyak
keperluan untuk para saksi, pengawas, dan untuk ditempel dipapan pengumuman,
serta untuk diserahkan ke PPK bersama laptop-laptop yang telah digunakan.
Pemilu dengan cara digital akan banyak menghemat waktu, tidak ada suara
yang rusak, dan perhitungannya sangat akurat. Semoga dimasa yang akan datang
bisa terwujud. (ay.1)
http://politik.kompasiana.com/2014/04/12/sudah-saatnya-pemilu-digital-648491.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar