Rabu, 28 Mei 2008
Polisi Belanda Minta Anggotanya Baca Terjemahan Al-Quran dan Buku Biografi Rasulullah
Kepolisian Belanda mendorong para anggotanya untuk membaca terjemahan al-Quran dan biografi Nabi Muhammad Saw untuk meningkatkan pengetahuan mereka tentang Islam. Para pimpinan di kepolisian bahkan menyatakan akan mengganti uang para staffnya-setengah dari harga buku-yang digunakan untuk membeli terjemahan al-Quran dan buku biografi tersebut
Juru bicara kepolisian Belanda Ebe van der Land mengatakan, "Dua buku ini akan memberikan pemahaman yang lebih baik serta tambahan pengetahuan tentang al-Quran dan kehidupan Nabi Muhammad Saw."
Seruan kepolisian Belanda ini terkait dengan diterbitkannya terjemahan al-Quran dan buku biografi Rasululllah berjudul "The Message" di Belanda, karya penulis asal Iran Hossein Sadjadi Ghaemmaghami yang menggunakan nama pena Kader Abdolah.
Terjeman al-Quran dan buku biografi Rasulullah itu diterbitkan pada bulan April kemarin, dan mendapat sambutan positif dari masyarakat Belanda. Penyusun terjemahan al-Quran dan penulis buku "The Message", Kader Abdolah tinggal di Belanda sejak tahun 1988 atas undangan PBB dan statusnya ketika itu adalah pengungsian politik.
Sejak masih menjadi mahasiswa jurusan fisika di perguruan tinggi Arak di Teheran, Abdolah dikenal aktif dalam gerakan bawah tanah sayak kiri yang menentang rejim Shah Iran. Namun ketika Shah Iran terguling, Abdolah juga menentang pemerintahan Khomeini.
Abdolah meninggalkan Iran pada tahun 1985 dan ia menggunakan Kader Abdolah sebagai nama penanya sebagai penghormatan terhadap sahabat-sahabatnya yang menjadi korban rejim di Iran. Sejauh ini, ia sudah menulis tiga novel, dua di antaranya berkisah tentang kehidupan di bawah rejim Khomeini. Selain novel, Abdolah juga menerbitkan kumpulan cerita pendeknya dan berbagai tulisan non-fiksi.
Sejak tinggal di Belanda, Abdolah dengan cepat menguasai bahasa Belanda. Karya-karyanya yang banyak menceritakan percampuran dua budaya, selalu masuk dalam daftar buku bestseller. Tahun 1997, Abdolah menerima penghargaan Dutch Media Prize untuk kumpulan kolom-kolomnya di harian de Volkskrant.
Terbitnya terjemahan al-Quran dan buku biografi Rasulullah di Belanda, diharapkan bisa meluruskan pandangan yang salah masyarakat Belanda tentang Islam, Muslim dan Nabi Muhammad Saw. Apalagi baru-baru ini Belanda menuai banyak kecaman akibat film "Fitna" yang dibuat oleh Geert Wilders, anggota parlemen Belanda yang anti-Islam.
Belum lama ini, polisi Belanda juga menangkap seorang kartunis Belanda bernama Gregorius Nekschott karena membuat gambar-gambar kartun yang menghina umat Islam.
Saat ini, ada sekitar satu juta dari 16 juta total penduduk Negeri Kincir Angin itu. Mayoritas Muslim Belanda berasal dari Turki dan Maroko. (ln/al-arby/iol)(eramuslim.com)
Djoko Sutrisno Manfaatkan Air, Motor Jadi Irit
Bagus Kurniawan - detikcom
Pak Djoko yang satu ini berbeda dengan Joko Suprapto, warga Nganjuk Jawa Timur yang menemukan blue energy, bahan bakar berbahan baku air. Pak Djoko yang satu ini bernama lengkap P. Djoko Sutrisno, warga Kelurahan Pakuncen Jl HOS Cokroaminoto No 76Yogyakarta.Antara Djoko Sutrisno dan Joko Suprapto, sama-sama mengembangkan air. Bila Joko Suprapto mengembangkan air menjadi bahan bakar, maka Djoko Sutrisno hanya memanfaatkan atau menambahkan air ke dalam BBM, sehingga motor atau mobil yang dikendarainya menjadi lebih irit dibanding bila menggunakan 100 persen BBM. Prinsipnya kendaraan masih menggunakan BBM, namun dengan ditambah dengan teknologi temuan Djoko Sutrisno pengunaan BBM bisa irit atau hemat dua kali lipat. "Setelah dipasangi teknologi ini, konsumsi BBM bisa hemat dua kali hingga tiga kali lipat. Untuk percobaan, dulu kita pakai motor dan mobil pribadi. Sekarang banyak warga yang ingin dipasangi alat itu," kata Djoko kepada detikcom dirumahnya, Senin (26/5/2008) kemarin.Menurut dia, peralatan yang dibutuhkan juga sangat sederhana, tidak rumit dan tidak dipatenkan, meski alat ini memang hasil temuannya. Djoko tidak pelit, malah dengan sukahati dan sukarela membagikan pengetahuan itu kepada orang yang berminat mempelajarinya."Kalau mau membuat sendiri ongkosnya sekitar Rp 50 ribu hingga Rp 75 ribu. Mobil dan motor saya sudah saya pasangi sejak 2 tahun lalu," kata Djoko yang hanya jebolan kelas dua di SMP Pangudi Luhur itu.Secara prinsip, kata Djoko, hingga saat ini kendaraan hanya bisa menggunakan bensin atau solar. Namun, Djoko yakin pada suatu ketika, kendaraan itu bisa dijalankan dengan menggunakan air. Hanya saja teknologinya memang perlu banyak perubahan.Mengenai teknologi temuannya, Djoko menjelaskan, air yang akan menjadi sumber energi itu dicampur dengan zat kimia berupa Kalium Hidroksida (KOH). Gas hidrogen tersebut mampu menambah oktan di bensin atau solar, sehingga menjadi lebih hemat. "Prinsipnya air murni atau aquades ditambah KOH yang bisa dibeli di toko-toko bahan kimia dengan harga murah itu, motor bisa jalan," katanya.Air yang yang sudah dicampur bahan tersebut kemudian dihubungkan dengan elektroda agar unsur oksigen dan hidrogen dalam air tersebut terurai. Setelah itu unsur hidrogennya yang mudah terbakar dijebak dan diambil sebagai sumber tenaga."Sangat sederhana sekali, logis dan ilmiah sehingga semua orang bisa memanfaatkannya. Saya tak takut temuan saya ini ditiru orang lain. Tak perlu dipatenkan agar semua orang bisa memanfaatkannya," imbuh dia.Saat ini di kawasan tempat tinggalnya, sudah banyak mobil dan motor yang dimodifikasi dengan teknologi temuannya. Dua buah mobil VW Kodok dan KIA Carens milik temannya akan dipasangi alat itu. Sejak pagi pukul 08.00 WIB, dia dibantu 2-3 orang karyawan dan anggota keluarganya mengutak-atik motor milik orang lain yang minta dipasang alat tersebut.Tidak hanya itu, banyak pemilik bengkel, bahkan warga luar kota Yogyakarta seperti Bogor, Bandung atau Semarang sengaja datang ke rumah Djoko yang sekaligus menjadi bengkel untuk menimba ilmu. "Saya juga tak pelit ilmu kalau memang ada orang yang benar-benar ingin belajar ke sini," kata dia. ( bgs / asy )
Senin, 26 Mei 2008
masyarakat kecil itu hebat!
Naiknya harga BBM memang membuat masyarakat susah, sebab mempunyai efek yang berganda, seperti naiknya ongkos angkutan umum, maka hal tersebut juga akan membuat biaya operasional akan naik juga, dan wajar apabila harga-harga barang kebutuhan akan naik pula. Namun demikian, masyarakat kecil cuma bisa pasrah, sebab apa?.... Itulah, sebelum naiknya harga BBM pun masyarakat kecil sudah susah hidupnya, jadi sebenarnya naik atau tidak naik harga BBM tidak membuat masyarakat itu putus asa, sebab sepertinya "kesusahan" itu sudah menjadi bagian dari "cara hidup" dari masyarakat kecil, jadi mereka sudah biasa menghadapinya.
Oleh karena itu, sepertinya yang ribut dan sewot dengan kenaikan harga BBM ini adalah hanya "orang-orang besar" saja.
Makanya, hidup masyarakat kecil!...... anda hebat, bisa bertahan dengan situasi dan kondisi yang seperti ini, semoga hidup anda selalu "berkah", amin...... (ay1)
Oleh karena itu, sepertinya yang ribut dan sewot dengan kenaikan harga BBM ini adalah hanya "orang-orang besar" saja.
Makanya, hidup masyarakat kecil!...... anda hebat, bisa bertahan dengan situasi dan kondisi yang seperti ini, semoga hidup anda selalu "berkah", amin...... (ay1)
Minggu, 25 Mei 2008
PEMILIHAN GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR
Besok hari senin tanggal 26 Mei 2008, merupakan sejarah baru bagi propinsi Kalimantan Timur, dimana penentuan Gubernur yang akan memimpin propinsi ini akan ditentukan dengan cara Pemilihan Langsung, artinya rakyat Kalimantan Timur lah yang langsung memilih dari empat pasangan calon yang telah melakukan kampanye beberapa hari yang lalu. Kalau dulu yang menentukan dan memilih Gubernur adalah hanya para anggota DPRD yang jumlahnya tidak lebih dari 50 orang, sebagai perwakilan dari rakyat seluruh propinsi, maka sekarang seluruh rakyat atau masyarakat yang langsung memilih di tempat-tempat pemungutan suara.
Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kalimantan Timur menetapkan empat pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur untuk dipilih, yaitu :
Nomor Urut 1 adalah pasangan H.Awang Faroek Ishak dan H.Farid Wadjdy (AFI)
Nomor Urut 2 adalah pasangan H.Nusyirwan Ismail dan H.Heru Bambang (NUSA HEBAT)
Nomor Urut 3 adalah pasangan H.Ahmad Amin dan H.Hadi Mulyadi (AMPERA)
Nomor Urut 4 adalah pasangan H.Jusuf SK dan Luther Kombong (JULU)
Masyarakat Kalimantan Timur hanya berharap siapapun yang terpilih menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur untuk masa bakti 2008-2013 tidak ingkar terhadap janji-janji yang pernah diucapkan pada saat kampanye.
Kemudian, kepada seluruh pendukung dan tim sukses masing-masing pasangan, (ini yang paling penting) diharap untuk bisa menerima kekalahan dan setelah selesai pemilihan gubernur kembali lagi beraktifitas sebagai mana biasa dan tetap saling menjaga hubungan silaturahim antar sesama masyarakat, walaupun selama masa kampanye berbeda dukungan.
Sekali lagi, menjaga situasi dan kondisi Kalimantan Timur yang normal, aman, damai dan tentram, jauh lebih penting dari pada mendapatkan pasangan gubernur dan wakil gubernur tetapi masyarakat dalam keadaan suasana ketakutan, ketidak-amanan, kekacauan apalagi anarkis.(ay1)
Selasa, 20 Mei 2008
PW Muhammadiyah Kaltim selenggarakan RAPIMWIL
Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Kalimantan Timur telah menyelenggarakan Rapat Pimpinan Tingkat Wilayah (RAPIMWIL) I Tahun 2008 selama dua hari yaitu tanggal 14-15 Jumadil Ula 1429 Hijrah bertepatan tanggal 19-20 Mei 2008 Miladiyah yang bertempat di Komplek Perguruan Tinggi Muhammadiyah Jalan Ir.Juanda Samarinda. Adapun thema yang diangkat adalah Memantapkan peran warga Muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam pengajian singkat pada pembukaan yang disampaikan oleh Ustadz Samsi Sarman,S.Pd, Ketua PDM Tarakan menyampaikan perlunya sabar dalam beramal dan bergerak di persyarikatan Muhammadiyah. Bahwasanya hanya dengan sabar maka Muhammadiyah bisa berusia menjelang satu abad, bahwa hanya dengan kesabaran Muhammadiyah tidak “terikut arus” pada era awal-awal reformasi tahun 1997, sehingga tetap istiqomah dengan khittahnya tidak menjadi partai politik. Dan dengan sabar pula pengajian-pengajian yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah di kampung-kampung, dan ranting-ranting, masih berjalan walaupun dengan segala kekurangannya.
Rapimwil yang dihadiri oleh PD Muhammadiyah seluruh Kaltimantan Timur ini diagendakan untuk medengarkan Laporan PDM tentang Perkembangan Gerakan Pengajian dan Ranting Muhammadiyah selama dua tahun kepemimpinan. Dan disamping itu akan disampaikan kebijakan menghadapi Pemilu 2009 berupa peluang dan konsekwensi dalam peran politik Muhammadiyah. Kemudian acara dilanjutkan dengan memberikan restu kepada salah seorang kader Muhammadiyah untuk calon DPD pada pemilu tahun 2009 yaitu Bapak Drs.H.Suyatman,S.Pd,M.Pd, M.M.. Acara Rapimwil diakhiri dengan Laporan Pembangunan Masjid Ad Da’wah Muhammadiyah Kalimantan Timur. (ay1)
Dalam pengajian singkat pada pembukaan yang disampaikan oleh Ustadz Samsi Sarman,S.Pd, Ketua PDM Tarakan menyampaikan perlunya sabar dalam beramal dan bergerak di persyarikatan Muhammadiyah. Bahwasanya hanya dengan sabar maka Muhammadiyah bisa berusia menjelang satu abad, bahwa hanya dengan kesabaran Muhammadiyah tidak “terikut arus” pada era awal-awal reformasi tahun 1997, sehingga tetap istiqomah dengan khittahnya tidak menjadi partai politik. Dan dengan sabar pula pengajian-pengajian yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah di kampung-kampung, dan ranting-ranting, masih berjalan walaupun dengan segala kekurangannya.
Rapimwil yang dihadiri oleh PD Muhammadiyah seluruh Kaltimantan Timur ini diagendakan untuk medengarkan Laporan PDM tentang Perkembangan Gerakan Pengajian dan Ranting Muhammadiyah selama dua tahun kepemimpinan. Dan disamping itu akan disampaikan kebijakan menghadapi Pemilu 2009 berupa peluang dan konsekwensi dalam peran politik Muhammadiyah. Kemudian acara dilanjutkan dengan memberikan restu kepada salah seorang kader Muhammadiyah untuk calon DPD pada pemilu tahun 2009 yaitu Bapak Drs.H.Suyatman,S.Pd,M.Pd, M.M.. Acara Rapimwil diakhiri dengan Laporan Pembangunan Masjid Ad Da’wah Muhammadiyah Kalimantan Timur. (ay1)
Senin, 19 Mei 2008
Abdurahman Wahid (Gus Dur) dan Duka Palestina
Illan Pape, sejarawan Israel, pernah memaparkan bagaimana cara yang dilakukan teroris Zionis-Yahudi untuk mengusir bangsa Palestina dari rumah dan kampung mereka di tahun 1948. Kala itu bangsa Palestina masih mendiami sebagian besar tanah airnya, di saat bersamaan, orang-orang Zionis-Yahudi dari segala penjuru dunia didatangkan oleh komplotan teroris Zionis Internasional ke tanah Palestina untuk mengusir orang-orang Palestina dan mendirikan negara Yahudi di sana.
“Salah satu cara orang-orang Yahudi untuk mengusir rakyat Palestina dari tanah dan kampungnya adalah dengan mengepung desa mereka dari tiga arah. Satu arah dibiarkan terbuka. Setelah dari tiga sisi dikepung, orang-orang Yahudi yang bersenjata itu menembaki orang-orang Palestina, siapa saja. Tujuannya adalah untuk menimbulkan ketakutan sehingga mereka, orang-orang Palestina itu, keluar dari rumah-rumah mereka dan meninggalkan kampung mereka. Cara-cara ini biasa dilakukan pada malam hari tatkala orang-orang Palestina tengah terlelap sehingga ketika mereka berlari meninggalkan rumahnya, mereka tidak membawa bekal apa pun.”
“Setelah desa berhasil dikosongkan, maka orang-orang Yahudi itu saat itu juga menduduki wilayah tersebut dan mengklaim tanah itu sebagai tanah milik orang Yahudi. The Homeland.”
“Selain cara mengepung dari tiga arah, orang-orang Yahudi juga menggunakan cara pengepungan empat arah. Jika cara ini yang dipakai maka yang terjadi adalah pembantaian terhadap seisi desa. Orang-orang Palestina, besar-kecil, tua-muda, dibantai dan dibunuh. Setelah semuanya menemui ajal, maka desa itu pun diduduki oleh orang-orang Yahudi dan diberi nama dengan bahasa Ibrani, ” ujar Pape yang atas kejujurannya ini menuai kecaman dari banyak tokoh Israel dan dianggap sebagai sangat berlebihan.
Di saat-saat itu, ada tiga organisasi teroris Israel yang terkenal yakni Stern, Haganah, dan Irgun. Dengan cara teror, pembantaian, pemerkosaan, kriminal, inilah “negara” Israel didirikan. Dan ironisnya, Perserikatan Bangsa-Bangsa merestuinya. Padahal, apa yang dilakukan Israel adalah ilegal dan kriminal.
Dur Peringati Berdirinya “Negara” Israel
Sepanjang tahun, setiap Mei dirayakan oleh orang-orang Palestina dan juga orang-orang Israel. Bangsa Palestina memperingati sebagai momentum pengusiran mereka dari tanah airnya (Palestine Nakba), sebuah momentum yang sangat pedih dan pahit, yang harus dibayar dengan nyawa dan darah jutaan bangsa Palestina sampai sekarang.
Sedang orang-orang Zionis-Israel merayakannya dengan penuh sukacita dan menganggap momentum itu sebagai hari kemerdekaan bagi negara mereka.
Orang waras yang tidak pernah makan bangku sekolahan pun, asal masih punya nurani, akan berdiri di sisi bangsa Palestina dan mengecam orang-orang Israel. Tapi sayangnya, seorang Abdurahman Wahid malah memilih bersama orang-orang Israel. Bahkan Dur menyatakan akan menghadiri peringatan hari kemerdekaan “Negara” Israel.
Dur pun pergi ke Amerika Serikat memenuhi undangan organisasi Zionis Yahudi “Simon Wiesenthal Center” untuk menerima penghargaan The Jewish Medal of Varlor, sebuah medali penghargaan bagi orang-orang yang terbukti berani menjadi tameng bagi kepentingan Zionis-Yahudi di dunia.
Dalam wawancara dengan Hidayatullah, tokoh HAMAS Musa Abdul Marzuq mengomentari kelakuan Dur ini dengan mengatakan, “Sungguh memalukan! Ini sama saja dengan merayakan dan mensyukuri pembantaian yang menimpa rakyat Palestina yang dilakukan oleh kaum Zionis-Israel!” Namun apa pun yang terjadi, ya inilah sosok Dur. (rz)(www.eramuslim)
“Salah satu cara orang-orang Yahudi untuk mengusir rakyat Palestina dari tanah dan kampungnya adalah dengan mengepung desa mereka dari tiga arah. Satu arah dibiarkan terbuka. Setelah dari tiga sisi dikepung, orang-orang Yahudi yang bersenjata itu menembaki orang-orang Palestina, siapa saja. Tujuannya adalah untuk menimbulkan ketakutan sehingga mereka, orang-orang Palestina itu, keluar dari rumah-rumah mereka dan meninggalkan kampung mereka. Cara-cara ini biasa dilakukan pada malam hari tatkala orang-orang Palestina tengah terlelap sehingga ketika mereka berlari meninggalkan rumahnya, mereka tidak membawa bekal apa pun.”
“Setelah desa berhasil dikosongkan, maka orang-orang Yahudi itu saat itu juga menduduki wilayah tersebut dan mengklaim tanah itu sebagai tanah milik orang Yahudi. The Homeland.”
“Selain cara mengepung dari tiga arah, orang-orang Yahudi juga menggunakan cara pengepungan empat arah. Jika cara ini yang dipakai maka yang terjadi adalah pembantaian terhadap seisi desa. Orang-orang Palestina, besar-kecil, tua-muda, dibantai dan dibunuh. Setelah semuanya menemui ajal, maka desa itu pun diduduki oleh orang-orang Yahudi dan diberi nama dengan bahasa Ibrani, ” ujar Pape yang atas kejujurannya ini menuai kecaman dari banyak tokoh Israel dan dianggap sebagai sangat berlebihan.
Di saat-saat itu, ada tiga organisasi teroris Israel yang terkenal yakni Stern, Haganah, dan Irgun. Dengan cara teror, pembantaian, pemerkosaan, kriminal, inilah “negara” Israel didirikan. Dan ironisnya, Perserikatan Bangsa-Bangsa merestuinya. Padahal, apa yang dilakukan Israel adalah ilegal dan kriminal.
Dur Peringati Berdirinya “Negara” Israel
Sepanjang tahun, setiap Mei dirayakan oleh orang-orang Palestina dan juga orang-orang Israel. Bangsa Palestina memperingati sebagai momentum pengusiran mereka dari tanah airnya (Palestine Nakba), sebuah momentum yang sangat pedih dan pahit, yang harus dibayar dengan nyawa dan darah jutaan bangsa Palestina sampai sekarang.
Sedang orang-orang Zionis-Israel merayakannya dengan penuh sukacita dan menganggap momentum itu sebagai hari kemerdekaan bagi negara mereka.
Orang waras yang tidak pernah makan bangku sekolahan pun, asal masih punya nurani, akan berdiri di sisi bangsa Palestina dan mengecam orang-orang Israel. Tapi sayangnya, seorang Abdurahman Wahid malah memilih bersama orang-orang Israel. Bahkan Dur menyatakan akan menghadiri peringatan hari kemerdekaan “Negara” Israel.
Dur pun pergi ke Amerika Serikat memenuhi undangan organisasi Zionis Yahudi “Simon Wiesenthal Center” untuk menerima penghargaan The Jewish Medal of Varlor, sebuah medali penghargaan bagi orang-orang yang terbukti berani menjadi tameng bagi kepentingan Zionis-Yahudi di dunia.
Dalam wawancara dengan Hidayatullah, tokoh HAMAS Musa Abdul Marzuq mengomentari kelakuan Dur ini dengan mengatakan, “Sungguh memalukan! Ini sama saja dengan merayakan dan mensyukuri pembantaian yang menimpa rakyat Palestina yang dilakukan oleh kaum Zionis-Israel!” Namun apa pun yang terjadi, ya inilah sosok Dur. (rz)(www.eramuslim)
Minggu, 18 Mei 2008
20 Mei Bukan Hari Kebangkitan Nasional
Kelahiran organisasi Boedhi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908 sesungguhnya amat tidak patut dan tidak pantas diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional, karena organisasi ini mendukung penjajahan Belanda, sama sekali tidak pernah mencita-citakan Indonesia merdeka, a-nasionalis, anti agama, dan bahkan sejumlah tokohnya merupakan anggota Freemasonry Belanda (Vritmejselareen).
Dipilihnya tanggal 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional, sesungguhnya merupakan suatu penghinaan terhadap esensi perjuangan merebut kemerdekaan yang diawali oleh tokoh-tokoh Islam yang dilakukan oleh para penguasa sekular. Karena organisasi Syarikat Islam (SI) yang lahir terlebih dahulu dari Boedhi Oetomo (BO), yakni pada tahun 1905, yang jelas-jelas bersifat nasionalis, menentang penjajah Belanda, dan mencita-citakan Indonesia merdeka, tidak dijadikan tonggak kebangkitan nasional.
Mengapa BO yang terang-terangan antek penjajah Belanda, mendukung penjajahan Belanda atas Indonesia, a-nasionalis, tidak pernah mencita-citakan Indonesia merdeka, dan anti-agama malah dianggap sebagai tonggak kebangkitan bangsa? Ini jelas kesalahan yang teramat nyata.
Anehnya, hal ini sama sekali tidak dikritisi oleh tokoh-tokoh Islam kita. Bahkan secara menyedihkan ada sejumlah tokoh Islam dan para Ustadz selebritis yang ikut-ikutan merayakan peringatan Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei di berbagai event. Mereka ini sebenarnya telah melakukan sesuatu tanpa memahami esensi di balik hal yang dilakukannya. Rasulullah SAW telah mewajibkan umatnya untuk bersikap: “Ilmu qabla amal” (Ilmu sebelum mengamalkan), yang berarti umat Islam wajib mengetahui duduk-perkara sesuatu hal secara benar sebelum mengerjakannya.
Bahkan Sayyid Quthb di dalam karyanya “Tafsir Baru Atas Realitas” (1996) menyatakan orang-orang yang mengikuti sesuatu tanpa pengetahuan yang cukup adalah sama dengan orang-orang jahiliyah, walau orang itu mungkin seorang ustadz bahkan profesor. Jangan sampai kita “Fa Innahu Minhum” (kita menjadi golongan mereka) terhadap kejahiliyahan.
Agar kita tidak terperosok berkali-kali ke dalam lubang yang sama, sesuatu yang bahkan tidak pernah dilakukan seekor keledai sekali pun, ada baiknya kita memahami siapa sebenarnya Boedhi Oetomo itu.
Pendukung Penjajahan Belanda
Akhir Februari 2003, sebuah amplop besar pagi-pagi telah tergeletak di atas meja kerja penulis. Pengirimnya KH. Firdaus AN, mantan Ketua Majelis Syuro Syarikat Islam kelahiran Maninjau tahun 1924. Di dalam amplop coklat itu, tersembul sebuah buku berjudul “Syarikat Islam Bukan Budi Utomo: Meluruskan Sejarah Pergerakan Bangsa” karya si pengirim. Di halaman pertama, KH. Firdaus AN menulis: “Hadiah kenang-kenangan untuk Ananda Rizki Ridyasmara dari Penulis, Semoga Bermanfaat!” Di bawah tanda tangan beliau tercantum tanggal 20. 2. 2003.
KH. Firdaus AN telah meninggalkan kita untuk selama-lamanya. Namun pertemuan-pertemuan dengan beliau, berbagai diskusi dan obrolan ringan antara penulis dengan beliau, masih terbayang jelas seolah baru kemarin terjadi. Selain topik pengkhianatan the founding-fathers bangsa ini yang berakibat dihilangkannya tujuh buah kata dalam Mukadimmah UUD 1945, topik diskusi lainnya yang sangat konsern beliau bahas adalah tentang Boedhi Oetomo.
“BO tidak memiliki andil sedikit pun untuk perjuangan kemerdekan, karena mereka para pegawai negeri yang digaji Belanda untuk mempertahankan penjajahan yang dilakukan tuannya atas Indonesia. Dan BO tidak pula turut serta mengantarkan bangsa ini ke pintu gerbang kemedekaan, karena telah bubar pada tahun 1935. BO adalah organisasi sempit, lokal dan etnis, di mana hanya orang Jawa dan Madura elit yang boleh menjadi anggotanya. Orang Betawi saja tidak boleh menjadi anggotanya, ” tegas KH. Firdaus AN.
BO didirikan di Jakarta tanggal 20 Mei 1908 atas prakarsa para mahasiswa kedokteran STOVIA, Soetomo dan kawan-kawan. Perkumpulan ini dipimpin oleh para ambtenaar, yakni para pegawai negeri yang setia terhadap pemerintah kolonial Belanda. BO pertama kali diketuai oleh Raden T. Tirtokusumo, Bupati Karanganyar kepercayaan Belanda, yang memimpin hingga tahun 1911. Kemudian dia diganti oleh Pangeran Aryo Notodirodjo dari Keraton Paku Alam Yogyakarta yang digaji oleh Belanda dan sangat setia dan patuh pada induk semangnya.
Di dalam rapat-rapat perkumpulan dan bahkan di dalam penyusunan anggaran dasar organisasi, BO menggunakan bahasa Belanda, bukan bahasa Indonesia. “Tidak pernah sekali pun rapat BO membahas tentang kesadaran berbangsa dan bernegara yang merdeka. Mereka ini hanya membahas bagaimana memperbaiki taraf hidup orang-orang Jawa dan Madura di bawah pemerintahan Ratu Belanda, memperbaiki nasib golongannya sendiri, dan menjelek-jelekkan Islam yang dianggapnya sebagai batu sandungan bagi upaya mereka, ” papar KH. Firdaus AN.
Di dalam Pasal 2 Anggaran Dasar BO tertulis “Tujuan organisasi untuk menggalang kerjasama guna memajukan tanah dan bangsa Jawa dan Madura secara harmonis. ” Inilah tujuan BO, bersifat Jawa-Madura sentris, sama sekali bukan kebangsaan.
Noto Soeroto, salah seorang tokoh BO, di dalam satu pidatonya tentang Gedachten van Kartini alsrichtsnoer voor de Indische Vereniging berkata: “Agama Islam merupakan batu karang yang sangat berbahaya... Sebab itu soal agama harus disingkirkan, agar perahu kita tidak karam dalam gelombang kesulitan. ”
Sebuah artikel di “Suara Umum”, sebuah media massa milik BO di bawah asuhan Dr. Soetomo terbitan Surabaya, dikutip oleh A. Hassan di dalam Majalah “Al-Lisan” terdapat tulisan yang antara lain berbunyi, “Digul lebih utama daripada Makkah”, “Buanglah Ka’bah dan jadikanlah Demak itu Kamu Punya Kiblat!” (M. S) Al-Lisan nomor 24, 1938.
Karena sifatnya yang tunduk pada pemerintahan kolonial Belanda, maka tidak ada satu pun anggota BO yang ditangkap dan dipenjarakan oleh Belanda. Arah perjuangan BO yang sama sekali tidak berasas kebangsaan, melainkan chauvinisme sempit sebatas memperjuangkan Jawa dan Madura saja telah mengecewakan dua tokoh besar BO sendiri, yakni Dr. Soetomo dan Dr. Cipto Mangunkusumo, sehingga keduanya hengkang dari BO.
Bukan itu saja, di belakang BO pun terdapat fakta yang mencengangkan. Ketua pertama BO yakni Raden Adipati Tirtokusumo, Bupati Karanganyar, ternyata adalah seorang anggota Freemasonry. Dia aktif di Loge Mataram sejak tahun 1895.
Sekretaris BO (1916), Boediardjo, juga seorang Mason yang mendirikan cabangnya sendiri yang dinamakan Mason Boediardjo. Hal ini dikemukakan dalam buku “Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962” (Dr. Th. Stevens), sebuah buku yang dicetak terbatas dan hanya diperuntukan bagi anggota Mason Indonesia.Dalam tulisan kedua akan dibahas mengenai organisasi kebangsaan pertama di Indonesia, Syarikat Islam, yang telah berdiri tiga tahun sebelum BO, dan perbandinganya dengan BO, sehingga kita dengan akal yang jernih bisa menilai bahwa Hari Kebangkitan Nasional seharusnya mengacu pada kelahiran SI pada tanggal 16 Oktober 1905, sama sekali bukan 20 Mei 1908.
Dipilihnya tanggal 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional, sesungguhnya merupakan suatu penghinaan terhadap esensi perjuangan merebut kemerdekaan yang diawali oleh tokoh-tokoh Islam yang dilakukan oleh para penguasa sekular. Karena organisasi Syarikat Islam (SI) yang lahir terlebih dahulu dari Boedhi Oetomo (BO), yakni pada tahun 1905, yang jelas-jelas bersifat nasionalis, menentang penjajah Belanda, dan mencita-citakan Indonesia merdeka, tidak dijadikan tonggak kebangkitan nasional.
Mengapa BO yang terang-terangan antek penjajah Belanda, mendukung penjajahan Belanda atas Indonesia, a-nasionalis, tidak pernah mencita-citakan Indonesia merdeka, dan anti-agama malah dianggap sebagai tonggak kebangkitan bangsa? Ini jelas kesalahan yang teramat nyata.
Anehnya, hal ini sama sekali tidak dikritisi oleh tokoh-tokoh Islam kita. Bahkan secara menyedihkan ada sejumlah tokoh Islam dan para Ustadz selebritis yang ikut-ikutan merayakan peringatan Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei di berbagai event. Mereka ini sebenarnya telah melakukan sesuatu tanpa memahami esensi di balik hal yang dilakukannya. Rasulullah SAW telah mewajibkan umatnya untuk bersikap: “Ilmu qabla amal” (Ilmu sebelum mengamalkan), yang berarti umat Islam wajib mengetahui duduk-perkara sesuatu hal secara benar sebelum mengerjakannya.
Bahkan Sayyid Quthb di dalam karyanya “Tafsir Baru Atas Realitas” (1996) menyatakan orang-orang yang mengikuti sesuatu tanpa pengetahuan yang cukup adalah sama dengan orang-orang jahiliyah, walau orang itu mungkin seorang ustadz bahkan profesor. Jangan sampai kita “Fa Innahu Minhum” (kita menjadi golongan mereka) terhadap kejahiliyahan.
Agar kita tidak terperosok berkali-kali ke dalam lubang yang sama, sesuatu yang bahkan tidak pernah dilakukan seekor keledai sekali pun, ada baiknya kita memahami siapa sebenarnya Boedhi Oetomo itu.
Pendukung Penjajahan Belanda
Akhir Februari 2003, sebuah amplop besar pagi-pagi telah tergeletak di atas meja kerja penulis. Pengirimnya KH. Firdaus AN, mantan Ketua Majelis Syuro Syarikat Islam kelahiran Maninjau tahun 1924. Di dalam amplop coklat itu, tersembul sebuah buku berjudul “Syarikat Islam Bukan Budi Utomo: Meluruskan Sejarah Pergerakan Bangsa” karya si pengirim. Di halaman pertama, KH. Firdaus AN menulis: “Hadiah kenang-kenangan untuk Ananda Rizki Ridyasmara dari Penulis, Semoga Bermanfaat!” Di bawah tanda tangan beliau tercantum tanggal 20. 2. 2003.
KH. Firdaus AN telah meninggalkan kita untuk selama-lamanya. Namun pertemuan-pertemuan dengan beliau, berbagai diskusi dan obrolan ringan antara penulis dengan beliau, masih terbayang jelas seolah baru kemarin terjadi. Selain topik pengkhianatan the founding-fathers bangsa ini yang berakibat dihilangkannya tujuh buah kata dalam Mukadimmah UUD 1945, topik diskusi lainnya yang sangat konsern beliau bahas adalah tentang Boedhi Oetomo.
“BO tidak memiliki andil sedikit pun untuk perjuangan kemerdekan, karena mereka para pegawai negeri yang digaji Belanda untuk mempertahankan penjajahan yang dilakukan tuannya atas Indonesia. Dan BO tidak pula turut serta mengantarkan bangsa ini ke pintu gerbang kemedekaan, karena telah bubar pada tahun 1935. BO adalah organisasi sempit, lokal dan etnis, di mana hanya orang Jawa dan Madura elit yang boleh menjadi anggotanya. Orang Betawi saja tidak boleh menjadi anggotanya, ” tegas KH. Firdaus AN.
BO didirikan di Jakarta tanggal 20 Mei 1908 atas prakarsa para mahasiswa kedokteran STOVIA, Soetomo dan kawan-kawan. Perkumpulan ini dipimpin oleh para ambtenaar, yakni para pegawai negeri yang setia terhadap pemerintah kolonial Belanda. BO pertama kali diketuai oleh Raden T. Tirtokusumo, Bupati Karanganyar kepercayaan Belanda, yang memimpin hingga tahun 1911. Kemudian dia diganti oleh Pangeran Aryo Notodirodjo dari Keraton Paku Alam Yogyakarta yang digaji oleh Belanda dan sangat setia dan patuh pada induk semangnya.
Di dalam rapat-rapat perkumpulan dan bahkan di dalam penyusunan anggaran dasar organisasi, BO menggunakan bahasa Belanda, bukan bahasa Indonesia. “Tidak pernah sekali pun rapat BO membahas tentang kesadaran berbangsa dan bernegara yang merdeka. Mereka ini hanya membahas bagaimana memperbaiki taraf hidup orang-orang Jawa dan Madura di bawah pemerintahan Ratu Belanda, memperbaiki nasib golongannya sendiri, dan menjelek-jelekkan Islam yang dianggapnya sebagai batu sandungan bagi upaya mereka, ” papar KH. Firdaus AN.
Di dalam Pasal 2 Anggaran Dasar BO tertulis “Tujuan organisasi untuk menggalang kerjasama guna memajukan tanah dan bangsa Jawa dan Madura secara harmonis. ” Inilah tujuan BO, bersifat Jawa-Madura sentris, sama sekali bukan kebangsaan.
Noto Soeroto, salah seorang tokoh BO, di dalam satu pidatonya tentang Gedachten van Kartini alsrichtsnoer voor de Indische Vereniging berkata: “Agama Islam merupakan batu karang yang sangat berbahaya... Sebab itu soal agama harus disingkirkan, agar perahu kita tidak karam dalam gelombang kesulitan. ”
Sebuah artikel di “Suara Umum”, sebuah media massa milik BO di bawah asuhan Dr. Soetomo terbitan Surabaya, dikutip oleh A. Hassan di dalam Majalah “Al-Lisan” terdapat tulisan yang antara lain berbunyi, “Digul lebih utama daripada Makkah”, “Buanglah Ka’bah dan jadikanlah Demak itu Kamu Punya Kiblat!” (M. S) Al-Lisan nomor 24, 1938.
Karena sifatnya yang tunduk pada pemerintahan kolonial Belanda, maka tidak ada satu pun anggota BO yang ditangkap dan dipenjarakan oleh Belanda. Arah perjuangan BO yang sama sekali tidak berasas kebangsaan, melainkan chauvinisme sempit sebatas memperjuangkan Jawa dan Madura saja telah mengecewakan dua tokoh besar BO sendiri, yakni Dr. Soetomo dan Dr. Cipto Mangunkusumo, sehingga keduanya hengkang dari BO.
Bukan itu saja, di belakang BO pun terdapat fakta yang mencengangkan. Ketua pertama BO yakni Raden Adipati Tirtokusumo, Bupati Karanganyar, ternyata adalah seorang anggota Freemasonry. Dia aktif di Loge Mataram sejak tahun 1895.
Sekretaris BO (1916), Boediardjo, juga seorang Mason yang mendirikan cabangnya sendiri yang dinamakan Mason Boediardjo. Hal ini dikemukakan dalam buku “Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962” (Dr. Th. Stevens), sebuah buku yang dicetak terbatas dan hanya diperuntukan bagi anggota Mason Indonesia.Dalam tulisan kedua akan dibahas mengenai organisasi kebangsaan pertama di Indonesia, Syarikat Islam, yang telah berdiri tiga tahun sebelum BO, dan perbandinganya dengan BO, sehingga kita dengan akal yang jernih bisa menilai bahwa Hari Kebangkitan Nasional seharusnya mengacu pada kelahiran SI pada tanggal 16 Oktober 1905, sama sekali bukan 20 Mei 1908.
Telah dipaparkan betapa organisasi Boedhi Oetomo (BO) sama sekali tidak pantas dijadikan tonggak kebangkitan nasional. Karena BO tidak pernah membahas kebangsaan dan nasionalisme, mendukung penjajahan Belanda atas Indonesia, anti agama, dan bahkan sejumlah tokohnya ternyata anggota Freemasonry. Ini semua mengecewakan dua pendiri BO sendiri yakni Dr. Soetomo dan Dr. Cipto Mangunkusumo, sehingga keduanya akhirnya hengkang dari BO.
Tiga tahun sebelum BO dibentuk, Haji Samanhudi dan kawan-kawan mendirikan Syarikat Islam (SI, awalnya Syarikat Dagang Islam, SDI) di Solo pada tanggal 16 Oktober 1905. “Ini merupakan organisasi Islam yang terpanjang dan tertua umurnya dari semua organisasi massa di tanah air Indonesia, ” tulis KH. Firdaus AN.
Berbeda dengan BO yang hanya memperjuangkan nasib orang Jawa dan Madura—juga hanya menerima keanggotaan orang Jawa dan Madura, sehingga para pengurusnya pun hanya terdiri dari orang-orang Jawa dan Madura—sifat SI lebih nasionalis. Keanggotaan SI terbuka bagi semua rakyat Indonesia yang mayoritas Islam. Sebab itu, susunan para pengurusnya pun terdiri dari berbagai macam suku seperti: Haji Samanhudi dan HOS. Tjokroaminoto berasal dari Jawa Tengah dan Timur, Agus Salim dan Abdoel Moeis dari Sumatera Barat, dan AM. Sangaji dari Maluku.
Guna mengetahui perbandingan antara kedua organisasi tersebut—SI dan BO—maka di bawah ini dipaparkan perbandingan antara keduanya:
Tujuan: - SI bertujuan Islam Raya dan Indonesia Raya, - BO bertujuan menggalang kerjasama guna memajukan Jawa-Madura (Anggaran Dasar BO Pasal 2).
Sifat: - SI bersifat nasional untuk seluruh bangsa Indonesia, - BO besifat kesukuan yang sempit, terbatas hanya Jawa-Madura,
Bahasa: - SI berbahasa Indonesia, anggaran dasarnya ditulis dalam bahasa Indonesia, - BO berbahasa Belanda, anggaran dasarnya ditulis dalam bahasa Belanda
Sikap Terhadap Belanda: - SI bersikap non-koperatif dan anti terhadap penjajahan kolonial Belanda, - BO bersikap menggalang kerjasama dengan penjajah Belanda karena sebagian besar tokoh-tokohnya terdiri dari kaum priyayi pegawai pemerintah kolonial Belanda,
Sikap Terhadap Agama: - SI membela Islam dan memperjuangkan kebenarannya, - BO bersikap anti Islam dan anti Arab (dibenarkna oleh sejarawan Hamid Algadrie dan Dr. Radjiman)
Perjuangan Kemerdekaan: - SI memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan mengantar bangsa ini melewati pintu gerbang kemerdekaan, - BO tidak pernah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan telah membubarkan diri tahun 1935, sebab itu tidak mengantarkan bangsa ini melewati pintu gerbang kemerdekaan,
Korban Perjuangan: - Anggota SI berdesak-desakan masuk penjara, ditembak mati oleh Belanda, dan banyak anggotanya yang dibuang ke Digul, Irian Barat, - Anggota BO tidak ada satu pun yang masuk penjara, apalagi ditembak dan dibuang ke Digul,
Kerakyatan: - SI bersifat kerakyatan dan kebangsaan, - BO bersifat feodal dan keningratan,
Melawan Arus: - SI berjuang melawan arus penjajahan, - BO menurutkan kemauan arus penjajahan,
Kelahiran: - SI (SDI) lahir 3 tahun sebelum BO yakni 16 Oktober 1905, - BO baru lahir pada 20 Mei 1908,
Seharusnya 16 Oktober Hari Kebangkitan Nasional yang sejak tahun 1948 kadung diperingati setiap tanggal 20 Mei sepanjang tahun, seharusnya dihapus dan digantikan dengan tanggal 16 Oktober, hari berdirinya Syarikat Islam. Hari Kebangkitan Nasional Indonesia seharusnya diperingati tiap tanggal 16 Oktober, bukan 20 Mei. Tidak ada alasan apa pun yang masuk akal dan logis untuk menolak hal ini.
Jika kesalahan tersebut masih saja dilakukan, bahkan dilestarikan, maka saya khawatir bahwa jangan-jangan kesalahan tersebut disengaja. Saya juga khawatir, jangan-jangan kesengajaan tersebut dilakukan oleh para pejabat bangsa ini yang sesungguhnya anti Islam dan a-historis.Jika keledai saja tidak terperosok ke lubang yang sama hingga dua kali, maka sebagai bangsa yang besar, bangsa Indonesia seharusnya mulai hari ini juga menghapus tanggal 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional, dan melingkari besar-besar tanggal 16 Oktober dengan spidol merah dengan catatan “Hari Kebangkitan Nasional”. (Rizki Ridyasmara/www.era muslim.com)
Tiga tahun sebelum BO dibentuk, Haji Samanhudi dan kawan-kawan mendirikan Syarikat Islam (SI, awalnya Syarikat Dagang Islam, SDI) di Solo pada tanggal 16 Oktober 1905. “Ini merupakan organisasi Islam yang terpanjang dan tertua umurnya dari semua organisasi massa di tanah air Indonesia, ” tulis KH. Firdaus AN.
Berbeda dengan BO yang hanya memperjuangkan nasib orang Jawa dan Madura—juga hanya menerima keanggotaan orang Jawa dan Madura, sehingga para pengurusnya pun hanya terdiri dari orang-orang Jawa dan Madura—sifat SI lebih nasionalis. Keanggotaan SI terbuka bagi semua rakyat Indonesia yang mayoritas Islam. Sebab itu, susunan para pengurusnya pun terdiri dari berbagai macam suku seperti: Haji Samanhudi dan HOS. Tjokroaminoto berasal dari Jawa Tengah dan Timur, Agus Salim dan Abdoel Moeis dari Sumatera Barat, dan AM. Sangaji dari Maluku.
Guna mengetahui perbandingan antara kedua organisasi tersebut—SI dan BO—maka di bawah ini dipaparkan perbandingan antara keduanya:
Tujuan: - SI bertujuan Islam Raya dan Indonesia Raya, - BO bertujuan menggalang kerjasama guna memajukan Jawa-Madura (Anggaran Dasar BO Pasal 2).
Sifat: - SI bersifat nasional untuk seluruh bangsa Indonesia, - BO besifat kesukuan yang sempit, terbatas hanya Jawa-Madura,
Bahasa: - SI berbahasa Indonesia, anggaran dasarnya ditulis dalam bahasa Indonesia, - BO berbahasa Belanda, anggaran dasarnya ditulis dalam bahasa Belanda
Sikap Terhadap Belanda: - SI bersikap non-koperatif dan anti terhadap penjajahan kolonial Belanda, - BO bersikap menggalang kerjasama dengan penjajah Belanda karena sebagian besar tokoh-tokohnya terdiri dari kaum priyayi pegawai pemerintah kolonial Belanda,
Sikap Terhadap Agama: - SI membela Islam dan memperjuangkan kebenarannya, - BO bersikap anti Islam dan anti Arab (dibenarkna oleh sejarawan Hamid Algadrie dan Dr. Radjiman)
Perjuangan Kemerdekaan: - SI memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan mengantar bangsa ini melewati pintu gerbang kemerdekaan, - BO tidak pernah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan telah membubarkan diri tahun 1935, sebab itu tidak mengantarkan bangsa ini melewati pintu gerbang kemerdekaan,
Korban Perjuangan: - Anggota SI berdesak-desakan masuk penjara, ditembak mati oleh Belanda, dan banyak anggotanya yang dibuang ke Digul, Irian Barat, - Anggota BO tidak ada satu pun yang masuk penjara, apalagi ditembak dan dibuang ke Digul,
Kerakyatan: - SI bersifat kerakyatan dan kebangsaan, - BO bersifat feodal dan keningratan,
Melawan Arus: - SI berjuang melawan arus penjajahan, - BO menurutkan kemauan arus penjajahan,
Kelahiran: - SI (SDI) lahir 3 tahun sebelum BO yakni 16 Oktober 1905, - BO baru lahir pada 20 Mei 1908,
Seharusnya 16 Oktober Hari Kebangkitan Nasional yang sejak tahun 1948 kadung diperingati setiap tanggal 20 Mei sepanjang tahun, seharusnya dihapus dan digantikan dengan tanggal 16 Oktober, hari berdirinya Syarikat Islam. Hari Kebangkitan Nasional Indonesia seharusnya diperingati tiap tanggal 16 Oktober, bukan 20 Mei. Tidak ada alasan apa pun yang masuk akal dan logis untuk menolak hal ini.
Jika kesalahan tersebut masih saja dilakukan, bahkan dilestarikan, maka saya khawatir bahwa jangan-jangan kesalahan tersebut disengaja. Saya juga khawatir, jangan-jangan kesengajaan tersebut dilakukan oleh para pejabat bangsa ini yang sesungguhnya anti Islam dan a-historis.Jika keledai saja tidak terperosok ke lubang yang sama hingga dua kali, maka sebagai bangsa yang besar, bangsa Indonesia seharusnya mulai hari ini juga menghapus tanggal 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional, dan melingkari besar-besar tanggal 16 Oktober dengan spidol merah dengan catatan “Hari Kebangkitan Nasional”. (Rizki Ridyasmara/www.era muslim.com)
Rabu, 14 Mei 2008
PROFESSOR TERMUDA
Nelson Tansu meraih gelar Profesor di bidang Electrical Engineering di
Amerika sebelum berusia 30 tahun. Karena last name-nya mirip nama
Jepang, banyak petinggi Jepang yang mengajaknya "pulang ke epang" untuk
membangun Jepang. Tapi Prof. Tansu mengatakan kalau dia adalah pemegang
paspor hijau berlogo Garuda Pancasila. Namun demikian, ia belum mau
pulang ke Indonesia . Kenapa?
Nelson Tansu lahir di Medan ,20 October 1977. Lulusan terbaik dari SMA
Sutomo 1 Medan. Pernah menjadi finalis team Indonesia di Olimpiade Fisika.
Meraih gelar Sarjana dari Wisconsin University pada bidang Applied
Mathematics, Electrical Engineering and Physics (AMEP) yang ditempuhnya
hanya dalam 2 tahun 9 bulan, dan dengan predikat Summa Cum Laude.
Kemudian meraih gelar Master pada bidang yang sama, dan meraih gelar Doktor
(Ph.D) di bidang Electrical Engineering pada usia 26 tahun. Ia mengaku orang
tuanya hanya membiayai-nya hingga sarjana saja. Selebihnya, ia dapat
dari beasiswa hingga meraih gelar Doktorat. Dia juga merupakan orang
Indonesia pertama yang menjadi Profesor di Lehigh University tempatnya bekerja
sekarang.
Thesis Doktorat-nya mendapat award sebagai "The 2003 Harold A. Peterson
Best ECE Research Paper Award" mengalahkan 300 thesis Doktorat lainnya.
Secara total, ia sudah menerima 11 scientific award di tingkat
dan juga mirip nama Jepang, Tansu, maka pihak Turki dan Jepang banyak yang
mencoba membajaknya untuk "pulang". Tapi dia selalu menjelaskan kalau
dia adalah orang Indonesia . Hingga kini ia tetap memegang paspor hijau
berlogo Garuda Pancasila dan tidak menjadi warga negara Amerika Serikat.
Ia cinta Indonesia katanya. Tetapi, melihat atmosfir riset yang sangat
mendukung di Amerika , ia menyatakan belum mau pulang dan bekerja di
Indonesia . Bukan apa-apa, harus kita akui bahwa Indonesia terlalu kecil
untuk ilmuwan sekaliber Prof. Nelson Tansu.
Ia juga menyatakan bahwa di Amerika, ilmuwan dan dosen adalah profesi
yang sangat dihormati di masyarakat. Ia tidak melihat hal demikian di
Indonesia. Ia menyatakan bahwa penghargaan bagi ilmuwan dan dosen di Indonesia
adalah rendah. Lihat saja penghasilan yang didapat dari kampus. Tidak
cukup untuk membiayai keluarga si peneliti/dosen. Akibatnya, seorang
dosen harus mengambil pekerjaan lain, sebagai konsultan di sektor swasta,
mengajar di banyak perguruan tinggi, dan sebagianya. Dengan demikian,
seorang dosen tidak punya waktu lagi untuk melakkukan riset dan membuat
publikasi ilmiah. Bagaimana perguruan tinggi Indonesia bisa dikenal di
luar negeri jika tidak pernah menghasilkan publikasi ilmiah secara
internasional?
Prof. Tansu juga menjelaskan kalau di US atau Singapore ,gaji seorang
profesor adalah 18-30 kali lipat lebih dari gaji professor di Indonesia.
Sementara, biaya hidup di Indonesia cuma lebih murah 3 kali saja. Maka
itu, ia mengatakan adalah sangat wajar jika seorang profesor lebih
memilih untuk tidak bekerja di Indonesia. Panggilan seorang profesor atau dosen
adalah untuk meneliti dan membuat publikasi ilmiah, tapi bagaimana
mungkin bisa ia lakukan jika ia sendiri sibuk "cari makan".(yoga_eb@ yahoo.com.)
Amerika sebelum berusia 30 tahun. Karena last name-nya mirip nama
Jepang, banyak petinggi Jepang yang mengajaknya "pulang ke epang" untuk
membangun Jepang. Tapi Prof. Tansu mengatakan kalau dia adalah pemegang
paspor hijau berlogo Garuda Pancasila. Namun demikian, ia belum mau
pulang ke Indonesia . Kenapa?
Nelson Tansu lahir di Medan ,20 October 1977. Lulusan terbaik dari SMA
Sutomo 1 Medan. Pernah menjadi finalis team Indonesia di Olimpiade Fisika.
Meraih gelar Sarjana dari Wisconsin University pada bidang Applied
Mathematics, Electrical Engineering and Physics (AMEP) yang ditempuhnya
hanya dalam 2 tahun 9 bulan, dan dengan predikat Summa Cum Laude.
Kemudian meraih gelar Master pada bidang yang sama, dan meraih gelar Doktor
(Ph.D) di bidang Electrical Engineering pada usia 26 tahun. Ia mengaku orang
tuanya hanya membiayai-nya hingga sarjana saja. Selebihnya, ia dapat
dari beasiswa hingga meraih gelar Doktorat. Dia juga merupakan orang
Indonesia pertama yang menjadi Profesor di Lehigh University tempatnya bekerja
sekarang.
Thesis Doktorat-nya mendapat award sebagai "The 2003 Harold A. Peterson
Best ECE Research Paper Award" mengalahkan 300 thesis Doktorat lainnya.
Secara total, ia sudah menerima 11 scientific award di tingkat
internasional, sudah mempublikasikan lebih 80 karya di berbagai journal
internasional dan saat ini adalah visiting professor di 18 perguruan
tinggi dan institusi riset. Ia juga aktif diundang sebagai pembicara di
berbagai even internasional di Amerika, Kanada, Eropa dan Asia .
Karena namanya mirip dengan bekas Perdana Menteri Turki, Tansu Ciller,internasional dan saat ini adalah visiting professor di 18 perguruan
tinggi dan institusi riset. Ia juga aktif diundang sebagai pembicara di
berbagai even internasional di Amerika, Kanada, Eropa dan Asia .
dan juga mirip nama Jepang, Tansu, maka pihak Turki dan Jepang banyak yang
mencoba membajaknya untuk "pulang". Tapi dia selalu menjelaskan kalau
dia adalah orang Indonesia . Hingga kini ia tetap memegang paspor hijau
berlogo Garuda Pancasila dan tidak menjadi warga negara Amerika Serikat.
Ia cinta Indonesia katanya. Tetapi, melihat atmosfir riset yang sangat
mendukung di Amerika , ia menyatakan belum mau pulang dan bekerja di
Indonesia . Bukan apa-apa, harus kita akui bahwa Indonesia terlalu kecil
untuk ilmuwan sekaliber Prof. Nelson Tansu.
Ia juga menyatakan bahwa di Amerika, ilmuwan dan dosen adalah profesi
yang sangat dihormati di masyarakat. Ia tidak melihat hal demikian di
Indonesia. Ia menyatakan bahwa penghargaan bagi ilmuwan dan dosen di Indonesia
adalah rendah. Lihat saja penghasilan yang didapat dari kampus. Tidak
cukup untuk membiayai keluarga si peneliti/dosen. Akibatnya, seorang
dosen harus mengambil pekerjaan lain, sebagai konsultan di sektor swasta,
mengajar di banyak perguruan tinggi, dan sebagianya. Dengan demikian,
seorang dosen tidak punya waktu lagi untuk melakkukan riset dan membuat
publikasi ilmiah. Bagaimana perguruan tinggi Indonesia bisa dikenal di
luar negeri jika tidak pernah menghasilkan publikasi ilmiah secara
internasional?
Prof. Tansu juga menjelaskan kalau di US atau Singapore ,gaji seorang
profesor adalah 18-30 kali lipat lebih dari gaji professor di Indonesia.
Sementara, biaya hidup di Indonesia cuma lebih murah 3 kali saja. Maka
itu, ia mengatakan adalah sangat wajar jika seorang profesor lebih
memilih untuk tidak bekerja di Indonesia. Panggilan seorang profesor atau dosen
adalah untuk meneliti dan membuat publikasi ilmiah, tapi bagaimana
mungkin bisa ia lakukan jika ia sendiri sibuk "cari makan".(yoga_eb@ yahoo.com.)
Minggu, 11 Mei 2008
Muqoddas: “Saya Menolak Muhammadiyah Jadi Kendaraan Politik”
Jakarta- Organisasi Muhammadiyah tidak selayaknya dijadikan kendaraan politik bagi orang-orang yang berpikiran pragmatis.
Demikian diungkapkan ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Muhammad Muqoddas dalam acara pengajian yang diadakan Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus PP Muhamadiyah di Aula Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jln Menteng Raya no.62, Sabtu pagi (10/05/2008). Menurut Muqoddas, selama ini dirinya tidak pernah setuju Muhammadiyah dijadikan kendaraan politik, apalagi dijadikan partai politik demi kepentingan sesaat. “Kita istiqomah saja dengan gerakan dakwah sosial kita, dan berusaha sebaik-baiknya pada jalur ini,” jelasnya. Berada di Muhammadiyah menurut Muqoddas, harus ikhlas dan mengharapkan semata-mata ridho Allah swt, tanpa semangat ikhlas maka hanya hal-hal pragmatis yang akan didapat.
Dalam akhir pengajian yang diadakan Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, Lazis Muhammadiyah memberikan bantuan bagi para Da’i – Da’i MTDK yang diserahkan secara simbolis oleh Syafrudin Anhar, wakil ketua LAZISMU H pada wakil ketua MTDK PP Muhammadiyah, Fakhrurrozi Reno Sutan.(mac)Machhendra Setyo(www.muhammadiyah.or.id)
Kamis, 08 Mei 2008
bisnis di internet, apa benar-benar ada?
Langganan:
Postingan (Atom)