Salurkan Infaq Anda untuk PEMBANGUNAN GEDUNG MADRASAH DINIYAH MUHAMMADIYAH SIDOMULYO KEC.ANGGANA KAB.KUKAR melalui: BRI UNIT ANGGANA No. Rek. 4565.01.003179.53.3 a.n. PIMPINAN CABANG MUHAMMADIYAH ANGGANA

AmirHady RadioOnline

Free Shoutcast HostingRadio Stream Hosting

lazada

Kamis, 25 Mei 2006

MAYANGSARI DAN POLIGAMI



Menarik memang mengamati kasus yang menimpa Bambang Trihatmojo dan keluarganya, walaupun sebenarnya kasus tersebut biasa saja, karena sebenarnya banyak terjadi di masyarakat umum,…. Tapi kali ini karena kasus ini dialami oleh bukan masyarakat umum, maka “ributlah” orang seluruh Indonesia……
Sekali lagi firman Allah subhanahu wata’ala dihadapkan dengan sebuah kenyataan yang dianggap tidak pas dan tidak sesuai dengan rasa keadilan….. bahwa aturan poligami dianggap menjadi penyebab pintu pagar dan kaca jendela menjadi rusak, dan bahkan bapak dan anak menjadi baku pukul,…… oleh karena itu dapatlah disimpulkan “oleh mereka” bahwa aturan halalnya poligami yang dibuat oleh Allah subhanahu wata’ala itu sudah tidak bisa berlaku lagi di jaman sekarang ini. Bahwa poligami hanya berlaku pada jaman nabi saja, bahwa poligami membuat keluarga jadi berantakan, istri lama menjadi kehilangan kebahagiaan…. dan isteri baru dituduh merebut suami orang…… Maka firman Allah tersebut (Qur’an Surat An Nissa (4) ayat 3) perlu di amandemen, atau harus dianulir, dan dihapus aja dari kitab Suci Al Qur’an, sebab ayat tersebut hanya dijadikan oleh kaum laki-laki sebagai alat pembenar untuk memuaskan nafsunya saja….. Kalau orang Islam sampai mempunyai pendirian dan pendapat yang seperti ini,….. keimanannya kepada Allah, kepada Rasulullah, kepada Kitab Al Qur’an masih dipertanyakan, alias masih perlu diperbaiki lagi…..
Padahal kalau mau jujur, bahwa tidak sedikit yang berpoligami hidupnya rukun dan bahagia, dan tidak sedikit juga sebuah keluarga yang tidak berpoligami (istrinya cuma dan hanya satu) hidupnya tidak bahagia dan berantakan…..
Jadi kata kuncinya adalah, jangan aturannya yang disalahkan, apalagi aturan itu yang membuat adalah Allah subhanahu wata’ala, Tuhan yang menciptakan manusia, Tuhan yang tahu betul tentang sifat dan tabiat manusia yang diciptakannya, Tuhan yang mengerti betul apa dan bagaimana kebutuhan dan keperluan manusia. Tapi yang disalahkan adalah manusia itu sendiri yang belum kaffah, belum menyeluruh, belum konfrehensif, belum istiqomah dalam melaksanakan dan mengamalkan aturan Allah tersebut, makanya kalau manusianya sudah benar beriman dan benar taqwanya, hidup dalam poligami tidak masalah lagi, percayalah….. Insya Allah………

DA VINCI CODE, BIASA AJA……


Aku terima sms dari teman di Jakarta, menyampaikan bahwa film “da vinci code” yang baru diputar bagus untuk ditonton. Dia berharap aku memberikan “reaksi”, tapi aku merespon biasa saja, tidak aku respon sesuai harapan dia. Mungkin dia menganggap bahwa “misi “ dalam film itu akan menyampaikan sesuatu yang baru, padahal menurut aku tidak ada yang baru, semuanya biasa dan normal aja……. Bahwa (kalaupun benar) telah ditemukan fakta Nabi Isa alaihis salam pernah nikah, itu wajar dan normal, sebab beliau adalah manusia biasa, dan bahkan walaupun dari hasil pernikahan itu ternyata istri beliau melahirkan seorang anak sekalipun, sekali lagi, itu tetap wajar dan normal aja, sebab (sekali lagi) beliau adalah manusia biasa, manusia normal. Jadi bagi (orang) Islam, fakta tersebut biasa dan normal aja, tidak ada yang baru……..
Hanya saja orang Islam pasti akan bereaksi, apabila dikatakan bahwa Nabi Isa alaihis salam telah melakukan zinah (apalagi dengan seorang pelacur)……. Hal itu sekali lagi pasti akan diklarifikasi oleh orang Islam, sebab bagaimanapun juga seorang nabi Allah pasti tidak akan melakukan perbuatan yang diharamkan oleh Allah, dan Nabi Isa alaihis salam adalah salah seorang nabi yang sangat dihormati oleh umat Islam.
Jadi film da vinci code ini sebenarnya tidak menguntungkan bagi (ummat) Islam….. malah ummat Islam harus tambah waspada, sebab setelah ini biasanya akan ada “sesuatu” yang akan mengejutkan bagi Ummat Islam. Silahkan renungkan QS Al Baqarah (2) ayat 120.

Minggu, 21 Mei 2006

bersegeralah.........

Bersegeralah atau cepat-cepatlah, “buruan” demikianlah Allah SWT mengawali firman-Nya sebagaimana tersebut di dalam Al Qur'an surat Ali Imran ayat 133, Allah SWT yang sangat faham dan mengerti dengan keadaan manusia ingin menunjukkan betapa “sempitnya” keadaan kita, betapa “mendesaknya” situasi, betapa sudah “daruratnya” kehidupan manusia, sehingga kita perlu melakukan tindakan yang segera, tindakan yang cepat atau “buruan”.
Tapi, apa yang harus disegerakan itu ? apa yang diburu itu ?
Di dalam ayat itu juga kita diberi informasi oleh Allah SWT untuk segera-sesegera mungkin mencapai ampunan Allah SWT, untuk cepat-cepat mengejar ampunan Allah SWT, untuk buru-buru memperoleh dan mendapatkan ampunan Allah SWT.
Sebagai bahan perbandingan, kita perlu mengetahui dan mengingat bahwasanya Rasulullah Nabi Muhammad saw, seorang manusia yang sempurna dan sebagai makhluk yang paling mulia dijagat raya ini, sebuah insan yang terjaga dari dosa, setiap harinya senantiasa masih saja memohon ampunan kepada Allah SWT, dan menurut riwayat disebutkan bahwa Nabi saw tidak kurang beristighfar sebanyak 70 kali dalam setiap harinya. Dalam riwayat lain, disebutkan bahwa kaki sang Nabi saw sampai bengkak karena terlalu lama melakukan sholat malam. Semua itu dilakukan oleh Rasulullah saw dalam rangka ingin memperoleh dan mendapatkan ampunan dari Allah SWT. Padahal, kita tahu bahwa beliau tidak berdosa, tapi masih saja minta ampun kepada Allah SWT. Subhanallah.

Kamis, 18 Mei 2006

MASIH ADAKAH PENDUDUK ASLI DAN PENDATANG?


"Tidak ada hijrah lagi setelah Mekkah ditaklukan. Yang tetap ada adalah jihad dan niat (kepada kebaikan). Maka jika kamu diseru menunaikannya, tunaikanlah” (HR Bukhari dan Muslim).
Sebuah gejala yang sangat berbahaya bagi keutuhaan suatu bangsa apabila di jaman yang sudah sangat global ini masih ada dikotomi terhadap istilah “penduduk pendatang dan penduduk asli”.
Kenyataan tersebut wajar masih ada di masyarakat, apabila “rasa keadilan” belum bisa diwujudkan. Apabila masih ada “pembedaan” perlakuan ekonomi (apalagi hukum) terhadap suatu kelompok masyarakat, maka akan makin menambah “lebar” jarak antara penduduk pendatang dan penduduk asli. Apalagi para pendatang tersebut “dinilai lebih berhasil dan menguasai” dari pada penduduk asli, baik dibidang ekonomi maupun di dalam pemerintahan dan politik, jadilah penduduk asli merasa hanya menjadi penonton saja di daerahnya. Dan akan lebih parah lagi apabila penduduk asli “merasa” terjajah, disebabkan para pendatang tersebut hanya menjadikan daerahnya sebagai tempat bekerja dan mengeruk kekayaan saja, kemudian membawa hasilnya ke tempat asal para pendatang tersebut. Indikasi ke arah ini bisa dilihat dengan didirikannya organisasi yang dibentuk oleh penduduk asli, baik berupa forum atau ikatan persaudaraan/kekeluargaan.
Gejala yang lain yang dianggap kurang kondusif adalah kuatnya arus untuk menjadikan setiap kepala daerah, apakah itu gubernur, bupati/walikota, bahkan camat, harus orang daerah asli, dan sekarang malah melebar ke wilayah perusahaan, dimana terdapat tuntutan pimpinannya juga harus penduduk asli. Itulah yang diperjuangkan dan dituntut oleh organisasi atau forum penduduk asli tersebut. Makanya keberadaan organisasi-organisasi yang dibentuk berlatar “ikatan daerah asal” akan menimbulkan reaksi dengan didirikannya organisasi berlatar “ikatan penduduk asli”.
Untuk mengantisifasi kondisi yang demikian, 14 abad yang lalu Nabi Muhammad saw telah bersabda yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim seperti termaktub di awal tulisan ini, bahwa “Tidak ada hijrah lagi setelah Mekkah ditaklukan. Yang tetap ada adalah jihad dan niat (kepada kebaikan). Maka jika kamu diseru menunaikannya, tunaikanlah”. Artinya bagi orang Islam sebenarnya tidak ada istilah penduduk asli dan penduduk pendatang, yang tetap ada adalah berjuang dalam menegakkan amar makruf nahy munkar, yang tetap ada adalah berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul khairot), dalam rangka kemaslahatan umat, masyarakat dan bangsa.
Oleh karena itu, dalam momen memperingati Hari Kebangkitan Nasional tahun ini, ada baiknya kita merenungkan kembali bagaimana Nabi Muhammad saw mengembangkan kehidupan berbangsa di Madinah dahulu, mengapa tidak ada tuntutan orang Madinah sebagai penduduk asli untuk menjadi pejabat? Mengapa orang-orang Madinah tidak ada yang menuntut untuk menjadi khalifah? Kenapa orang Mekah saja yang jadi khalifah?
Ada beberapa contoh teladan yang diperlihatkan oleh orang Mekah sehingga orang Madinah tidak “merasa iri” dengan orang Mekah pada saat itu antara lain:
Nabi Muhammad saw dan sahabat yang menjadi khalifah, tetap menjadikan Madinah sebagai pusat pemerintahan, tidak memindahkan kembali ke Mekah.
Nabi Muhammad saw dan sahabat yang menjadi khalifah, tetap tinggal di Madinah, bahkan sampai mati dan berkubur di Madinah.
Nabi Muhammad saw dan sahabat yang menjadi khalifah, tidak ada membawa harta atau membangun rumah di Mekah.
Nabi Muhammad saw dan sahabat yang menjadi khalifah, dalam menegakkan hukum tidak sekali-kali membedakan antara orang Madinah dan orang Mekkah.
Empat contoh di atas yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw dan sahabat yang menjadi khalifah, sehingga membuat orang Madinah sebagai penduduk asli merasa dihargai dan merasa rela saja dipimpin oleh orang Mekah.

Selasa, 16 Mei 2006

sekali lagi tentang kematian....

Hari ini aku telah melayat seorang yangmeninggal dunia, umur beliau lebih kurang 94 tahun, sudah tua dan sepuh memang. Walaupun umur tersebut relative sangat panjang, toh akhirnya berakhir juga, Aku teringat tulisan yang pernah aku susun dalu yaitu bahwa kematian adalah peristiwa akbar yang akan menimpa siapa saja yang bernama makhluk hidup. Cepat atau lambat, kematian itu pasti akan tiba. Yang membedakan hanya waktu, siapa yang akan dipanggil lebih dulu dan siapa yang masih ditangguhkan. Jatah untuk ke arah panggilan itu masing-masing sudah jelas.

Dalam firman-Nya Allah SWT menjelaskan urut-urutan kepastian kematian ini, yang diawali dengan mengingatkan asal muasal kejadian manusia sbb:
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari sesuatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang tersimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati.” (QS.Al-Mu’minun:12-15).

Kita semua ini tidak lain adalah makhluk-makhluk yang sedang pasrah menuggu datangnya al-maut. Suka atau tidak suka. Siap atau pun tidak siap. Kematian akan datang juga. Mungkin nanti, besok, lusa atau bahkan setalah ini.

Karena kesibukan, orang sering dibuat lupa dengan sunatullah ini. Kesibukan sering mengantarkan orang lupa pada jadwal tetap yang pasti akan dialami. Kekagetan biasanya muncul setelah ada sanak-saudara atau tetangga yang meninggal. Pada saat itu baru muncul kesadaran bahwa panggilan bergilir ke alam baka masih terus berlanjut. Undangan kematian masih tetap datang.

Anehnya, banyak informasi kematian yang diterima baik melalui televisi, majalah, maupun koran, sering tidak menggetarkan hati. Bahkan kadang-kadang informasi atau berita tersebut kadang-kadang dinilai sebagai hiburan belaka. Berita perihal kematian – yang mengerikan sekalipun- tidak ubahnya dengan berita-berita yang lain seperti berita kasus politik atau kasus kriminal. Kematian yang menimpa masyarakat Aceh akibat badai tsunami misalnya, hampir seluruh orang turut terbelalak, menangis, bahkan ada yang histeris. Seolah-olah tidak yakin kalau hukum kepastian itu juga berlaku untuk semua orang. Mereka meranung dan meratap kenapa hal tersebut bisa terjadi, mengapa anak-anak atau balita harus meninggal dunia.

Lolongan itu justru aneh, karena lupa, dibalik itu masih ada jadwal panggilan untuk dirinya juga, sudah ada di depan matanya, tinggal beberapa saat lagi tiba gilirannya. Manusia terkadang memang lucu.
Sesungguhnya tidak ada yang istimewa dari peristiwa apapun di dunia ini. Tidak pula karena wafatnya orang terkenal, pemimpin dunia, publik figur, atau apapun namanya seorang TKW yang meninggal karena dianiaya oleh majikannya. Semuanya kembali pada perjalanan akhir yang bersangkutan, yaitu adakah nilai iman dan taqwa di dalam hatinya. Itulah bekal yang paling baik sekembalinya manusia setelah mengarungi hidup di dunia. Taqwa itulah bekal kembali yang paling baik setelah manusia berpulang ke alam baqa sana. Bila ada bekal taqwa, berarti ada bekal yang siap dibawanya untuk “melapor” di hadapan Tuhan.

Mengapa peristiwa kematian tidak banyak mengundang kesadaran kita? Padahal di sana lengkap terpampang sejumlah mayat yang bergelimpangan, juga dengan uraian-uraian kejadian yang kadang didramatisis media massa sehingga tampak begitu mengerikan? Mengapa jadi demikian?

Hal itu dikarenakan kita manusia telah begitu lelah menghadapi kehidupan ini. Manusia telah disibukkan oleh berbagai kegiatan mencari penghidupan yang membuatnya lupa. Juga dipadatkan oleh masalah yang bertumpuk. Masalah itu setiap hari semakin bertambah banyak. Karena kelelahan itulah, sehingga informasi yang datangnya dari kampung akhirat bukan bernilai pendidikan dan peringatan lagi bagi kita.

Menyangkut hal ini, salah seorang sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah saw, “ Ya Rasulullah, pesankan sesuatu kepadaku yang akan berguna bagiku dari sisi Allah?” Nabi saw lalu bersabda :”Perbanyaklah mengingat kematian, maka kamu akan terhibur dari (kelelahan) dunia, dan hendaklah kamu bersyukur. Sesungguhnya bersyukur akan menambah kenikmatan Allah, dan perbanyaklan do’a. Sesungguhnya kamu tidak mengetahui kapan do’amu akan terkabul.” (HR.Ath-Thabrani).

Ingat pada kematian akan membuat manusia punya kendali diri. Pangkal dari lupa dan keserakahan sebenarnya bermula dari sini, yaitu tidak ingat akan mati. Yang dibayangkan bagaimana bisa hidup lebih lama, bersenang-senang lebih banyak, dan dapat menghabiskan waktunya untuk bersuka ria dengan leluasa. Kalau ada jatah, bahkan minta umurnya lebih lama hingga seribu tahun!

Yang serakah bertambah keserakahannya, yang rakus semakin rakus dan yang zhalim semakin bertambah-tambah kezhalimannya. Kecendrungan ke arah sana dimiliki oleh siapa saja, lebih terkhusus oleh mereka yang lupa dengan al-maut.
Rasulullah saw bersabda :”Cukuplah maut sebagai pelajaran (guru) dan keyakinan sebagai kekayaan.” (HR.Ath-Thabrani)

Seandainya kematian ini telah dipetik sebagai pelajaran (guru), maka hati manusia secara otomatis akan terkendli. Kecurangan, kerakusan, kesombongan dan berbagai bentuk penyakit hati yang bersarang di dada akan dibunuh oleh takutnya pada mati.

Sebagus apapun rupa, pada akhirnya akan binasa. Secantik bagaimanapun isteri yang kita miliki, anak yang kita senangi, perhiasan dan istana yang ada, semua akan ditinggalkan juga. Semuanya akan diakhiri oleh kematian.

Karena hukum pastinya kematian ini, Nabi saw. Mengingatkan agar dalam pergaulan kita tidak mudah tertipu oleh bayang-bayang. Kita tidak diperbolehkan memvonis seseorang itu baik atau jahat, beruntung atau celaka. Karena kunci dari semua itu adalah pada ujung pejalanan hidupnya.

“Janganlah kamu mengagumi amal seorang, sehingga kamu dapat menyaksikan hasil akhir kerjanya.” (Ath-Thusi Ath-Thabrani).

Boleh jadi kita sering heran. Tidak jarang orang yang kelihatan baik-baik, rajin beribadah dan puasa, meninggal dalam keadaan bermaksiat. Sementara di sisi lain, kita juga menjumpai kasus yang tidak masuk akal, karena orang yang semula kita katakan brengsek, suka mengganggu ketentraman lingkungan, bahkan dalam kalkulasi hitungan kita, tidak pernah ada bayangan bakal mencium bau syurga sekalipun, justru mengakhiri hidupnya dengan husnul-khatimah.

Tapi kasus-kasus seperti itu bukan untuk membuat kita ragu dan plin-plan. Pegangan hidup kita harus tetap jelas dan istiqomah. Menegakkan kepribadian Islam sama sekali tidak boleh surut, dengan tetap menyebarkan nilai-nilai Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk diri kita dan lingkungan.. Karena Allah SWT tetap maha Adil. Kalau Dia memutuskan untuk memberi hidayah terhadap seseorang, maka tentulah ada pada diri seseorang itu nilai yang baik yang layak sebagai landasan pemberian hidayah itu. Ketentuan dan kehendak Allah di luar kaidah apapun yang dikenal manusia, hanya saja Allah menunjukkan cara yang bisa dipahami, misalnya dengan kaidah sebab-akibat.

Semua terjadi karena kehendak Allah terhadap makhluk-Nya agar sunnah-Nya dipelajari, direnungkan, dan dihayati apa makna-maknanya. Dan yang terpenting agar kita dijauhkan dari akhir kehidupan yang rugi dan sia-sia, yaitu suul khatimah. Marilah kita ingat sekali lagi, bahwa kita akan mati, dan mungkin saja itu terjadi besok pagi.(Alqolam)

Minggu, 14 Mei 2006

Tabloid Polygami akan terbit?



Jakarta, Rakyat Merdeka. Desas-desus segera beredarnya Tabloid Poligami yang belakangan ini mulai menjadi kekhawatiran publik terutama kaum perempuan disambut Dewan Pers dengan hati-hati. Sikap mereka nyaris sama saat majalah Playboy versi Indonesia akan terbit.
“Silakan saja jika ingin terbit, cuma apakah akan melanggar kode etik jurnalistik itu baru bisa kita sikapi saat mereka terbit. Susah bagi kita menilai kalau saat ini,” ujar anggota Dewan Pers, Leo Batubara kepada Rakyat Merdeka usai menjadi saksi ahli sidang Sarah Azhari di PN Jakarta Barat, Senin (8/5) siang tadi.
Nama tabloid milik pengusaha Ayam Bakar Wong Solo, Puspo Wardoyo yang bersentuhan dengan istilah yang selama ini dianggap tabu oleh kaum perempuan pun belum bisa dianggap Dewan Pers sebagai senjata untuk melarang penerbitannya.
Leo mencontohkan saat majalah Playboy versi Indonesia akan terbit, nama Playboy sendiri sudah identik dengan majalah serupa terbitan Amerika yang isinya penuh dengan foto-foto wanita telanjang. Namun Dewan Pers tetap menunggu majalah itu terbit dan baru memberikan fatwanya. “Konsumennya kan ada dan dilindungi undang-undang. Jadi sah-sah saja,” lanjutnya.
Kecaman justru datang dari kalangan aktivis perempuan yang diwakili Ketua LBH Apik, Ratna Baramurti. Ratna mengancam melancarkan somasi jika penerbitan tabloid ini tetap dilakukan karena dianggap mampu menyebarluaskan ajaran poligami dan membodohi perempuan Indonesia. “Tabloid ini merupakan ancaman bagi perempuan Indonesia,” tegasnya.
Poligami sendiri dipandangnya sangat bertentangan dengan perjuangan kesetaraan gender dan hukum Indonesia, yaitu Undang-Undang Perkawinan tahun 1974 tentang kesetiaan pasangan suami istri baik soal kebutuhan lahir dalam batin.
Sedangkan, Redaktur Pelaksana Tabloid Poligami, Dastro saat dihubungi mengatakan, selama ini masyarakat melihat Poligami dari sudut pandang yang negatif alias buruk, seperti yang terjadi pada artis Angel Lelga dan Mayangsari.
“Padahal mereka punya pemikiran-pemikiran yang jernih dan bagus dari mereka, soal kenapa memilih menerima Poligami,” jelasnya.
Rencananya Tabloid Poligami ini sendiri akan terbit 18 halaman. Dalam terbitan perdananya akan memunculkan profil kalangan intelektual dan artis yang menjadi pelaku-pelaku poligami seperti, bekas istri ketiga Rhoma Irama, Angel Lelga. (iga)
Laporan: Dudy Novriansyah
Sumber : rakyatmerdeka.co.id

Catatan Pak Aming
1. Aku ucapkan kepada Tabloid Polygami "Marhaban, ahlan wasahlan, semoga bermanfaat dan membawa keberkahan dan pencerahan bagi kehidupan umat Islam di Indonesia"
2. "Poligami sendiri dipandangnya sangat bertentangan dengan perjuangan kesetaraan gender dan hukum Indonesia, yaitu Undang-Undang Perkawinan tahun 1974 tentang kesetiaan pasangan suami istri baik soal kebutuhan lahir dalam batin".
Aku tidak sependapat dengan pandangan yang demikian, sebab itu sama saja menyatakan bahwa poligami sebagai ajaran Al Qur'an bertentangan dengan perjuangan kesetaraan gender dan hukum Indonesia tersebut. Padahal tidak demikian, sebab Ajaran dan aturan Al Qur'an yang dibuat oleh Allah SWT, Tuhan yang tahu betul tentang tabiat dan sifat manusia (sebab Dia yang mencipta manusia) pasti benar dan betul, makanya kalau sepertinya bertentangan, maka pasti yang salah adalah ajaran dan aturan yang dibuat manusia.

Sabtu, 13 Mei 2006

Photo Keluarga Ibuku

Photo ini adalah photo keluarga ibuku yang dibuat pada suasana Hari Raya Idul Fitri tanggal 1 Syawal 1359 H atau tahun 1940 M. Ibuku adalah yang paling kecil yang sedang dipangku oleh nenek. Sekarang yang masih hidup yaitu Ibu dan kakak Ibu yang perempuan, yang lainnya sudah meninggal dunia. Bahkan Aku tidak sempat bertemu dengan Kai, Nenek, dan Gulu (sebelah kanan Kakek). Kai dan Nenek adalah orang suku Banjar yang berasal dari Kalimantan Selatan, nama daerahnya yaitu Nagara, karena berasal dari Nagara, maka disebut Banjar Nagara. Profesi beliau adalah Tukang Emas, yaitu sebuah pekerjaan keterampilan membuat perhiasan dari emas dan perak, seperti membuat cincin, kalung, gelang, anting-anting dan lain sebagainya.

Jumat, 12 Mei 2006

Mengingat peristiwa 12 mei

Hari ini tanggal 12 bulan Mei, delapan tahun yang lalu, tepatnya tahun 1998 telah terjadi sebuah tragedi yang sangat memilukan bagi bangsa Indonesia, lembaran yang sangat hitam bagi sebuah demokrasi di negara yang katanya sangat beradab. Coba kita bayangkan, mahasiswa yang tidak bersenjata dihadapi oleh aparat negara yang bersenjata lengkap, bahkan ditembaki, anak bangsa dan saudara setanah air ditembaki…..Itulah Tragedi Trisakti, yang melahirkan pahlawan revormasi, mungkin saja kalau tidak ada mereka, kita masih belum bisa menghirup udara (katanya) demokrasi seperti sekarang ini. Walaupun ada kemajuan tapi rasanya masih sangat sedikit, bahkan hampir tidak ada, terutama dalam bidang pemerintahan (birokrasi), penegakan hukum (keadilan), dan bidang politik yaitu dalam pelaksanaan pilkada, apalagi dalam bidang ekonomi, malah sangat menyedihkan, dimana orang miskin meningkat dan pengangguran bertambah, payah memang….. Yang lebih menyedihkan lagi, yaitu para wakil rakyat sekarang ini sangat rendah sense of crisis-nya, padahal kalau tidak ada pahlawan revormasi tersebut, kita yakin komposisi di DPR tidak akan seperti sekarang ini, pasti masih didominasi oleh satu kelompok saja, oleh karena itu sepertinya sia-sia pengorbanan pahlawan revormasi tersebut.

Kalau boleh putus asa, mungkin saat inilah waktunya untuk berputus asa, tapi karena ajaran Allah SWT dan Rasulullah SAW melarang dan mengharamkan sikap putus asa, maka kita tidak boleh berputus asa, walau bagaimanapun buruknya keadaan, sebab dibalik kesusahan ada kemudahan, artinya dibalik kesengsaraan ada kebahagiaan, asal saja yang pertama kita semua harus menyadari bahwa kita telah banyak dosa, oleh karena itu harus betul-betul bertobat kepada Allah SWT. Yang kedua kita semua harus menyadari bahwa aturan yang dibuat oleh manusia bagaimanapun bagusnya menurut manusia, kalau tidak bersumber dari aturan Tuhan Allah SWT apalagi bertentangan, pasti tidak akan sanggup dan mampu membawa kebahagiaan yang hakiki bagi manusia itu sendiri, bahkan yang terjadi adalah kesusahan, ketidak adilan, rasa tidak aman dan tidak tentram.

Kamis, 11 Mei 2006

Ingin bahagia, jangan serakah

Ternyata irama hidup akan terganggu bila sesuatu yang rutin mengalami masalah, contohnya beberapa hari ini aliran air ledeng di tempat kami mengalami gangguan karena dynamo mesin penyedot air PDAM rusak. Semua keluarga pelangan ledeng kerepotan untuk memperoleh air. Memang air bagi manusia merupakan kebutuhan yang sangat primer. Oleh karena itu kita tidak bisa membayangkan betapa sulitnya manusia hidup dalam kondisi sumber air yang sangat terbatas. Disitulah ironisnya, padalah dua pertiga dari bumi ini sebenarnya terdiri dari air, sepertiga saja daratan, artinya air itu sebenarnya sangat banyak, tapi manusia belum oftimal memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam berupa keberadaan air tersebut. Begitu juga permasalahan listrik, semua sudah menyadari bahwa listrik sudah menjadi kebutuhan primer bagi manusia, buktinya kalau listrik mati, maka banyak aktifitas manusia yang terganggu.

Persoalannya yaitu kenapa dijaman yang sudah (katanya) modern ini, manusia masih belum mampu mengelola hal tersebut dengan baik? Menurut saya karena kita manusia sangat serakah. Alam dieksploitasi secara besar-besaran tanpa mempedulikan kelestariannya. Orang yang serakah ialah orang yang tidak mau mempedulikan orang lain. Orang yang berlaku demikian disebut sebagai orang yang dlolim, maka kalau sudah demikian, kebahagiaan dan kesejahteraan akan sangat sulit terwujud dalam kehidupan ini. Makanya kalau ingin hidup bahagia dan sejahtera syaratnya jangan serakah.

Selasa, 09 Mei 2006

LUAR BIASA!?


Luar biasa! Mungkin itulah ungkapan yang dapat dikatakan untuk mengomentari terhadap kemajuan teknologi dan begitu pula sebaliknya hanya kata Luar biasa! untuk kemunduran atau bahkan keruntuhan akhlaq perilaku manusia dewasa ini. Mengapa demikian? Berita paling akhir (semoga saja ini yang terakhir) yang hangat yaitu beredarnya film adegan porno yang dilakukan oleh mahasiswa di Samarinda. Kemajuan teknologi menjadikan film tersebut super sangat cepat beredar di internet dan handphone, sedang keruntuhan akhlaq perilaku manusia menjadikan perbuatan tersebut ternyata dilakukan oleh mahasiswa dan mahasiswi yang belum menikah (lebih gilanya lagi dilakukan tiga orang) dan difilemkan yang katanya untuk dokumen pribadi.

Kalau mencermati kejadian-kejadian yang sepertinya sudah merata di seluruh Indonesia ini, hal ini merupakan fenomena gunung es, artinya yang kelihatan itu hanya sedikit, padahal yang tidak kelihatan itu sangat-sangat banyak, dan sudah biasa di kalangan pelajar dan mahasiswa.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena kita tidak bisa membentengi diri dari serangan pengaruh kebudayaan negatif dan sangat buruk dari luar. Bahkan yang lebih parah lagi ternyata kita tidak bisa membedakan mana yang jelek dan baik, mana yang buruk dan bagus, mana yang negatif dan positif, mana yang salah dan benar, mana yang haram dan halal. Pengaruh dari luar semua diterima tanpa disaring dahulu, karena semua dianggap baik, positif, benar, bagus dan halal. Oleh karena itu dimata anak-anak dan remaja sekarang ini tidak ada lagi pembedaan itu, semua sama dipandangan mereka. Bagi anak-anak dan remaja sekarang ini, hamil tidak nikah biasa.

Satu-satunya jalan (tidak ada jalan lain) untuk mengatasi hal itu semua adalah dekati Al Qur’an, jangan tinggalkan Al Qur’an dan jadikan Muhammad saw satu-satunya (tidak ada yang lain) sebagai maha guru dan contoh tauladan utama dalam mengarungi hidup di dunia ini. Kalau hal ini dilakukan dengan benar, jujur dan kaffah oleh bangsa Indonesia yang beragama Islam, maka demi Allah yang nyawaku berada digenggaman-Nya, pasti Indonesia akan Baldatun Thoyibatun Warabbun Ghaffur. Wallahu ‘alam.

Senin, 08 Mei 2006

“Di atas langit, masih ada langit”

“Di atas langit, masih ada langit” adalah sebuah peribahasa yang sangat baik sekali untuk direnungkan, apalagi bagi orang-orang yang mengaku beriman. Apa sebab? Karena orang yang beriman tidak boleh takabur, tidak boleh sombong, tidak boleh merasa benar sendiri, tidak boleh merasa paling pintar, tidak boleh merasa paling tahu, tidak boleh merasa paling hebat, apalagi merasa paling berkuasa, semua itu “haram” bagi orang yang beriman dengan “benar” kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW. Lho? Memangnya ada orang yang beriman tapi nggak benar? Ya, memang ada, yaitu dia sholat, tapi masih saja selalu curiga terhadap saudaranya sesama Muslim, hanya karena berbeda organisasi. Bahkan dengan berbagai cara melakukan upaya-upaya untuk menghambat aktifitas dakwah saudaranya itu.Suadaranya mengadakan pengajian yang terjadwal dengan rapi yang telah diumumkan kepada khalayak ramai, eh dianya malah melakukan kegiatan gotong royong yang sifatnya spontan, pada hari dan jam yang sama, padahal sebelum jadwal pengajian disampaikan, kegiatan tersebut tidak ada, dan juga hari dan waktunya kan bisa diselisihkan dengan jadwal pengajian. Nah, yang lebih aneh adalah kegiatan yang nyata-nyata haram dan melanggar undang-undang Negara seperti perjudian dan penjualan minuman keras, malah mereka diamkan, bahkan ikut berpartisifasi. Apa hubungannya dengan peribahasa di atas? Peribahasa itukan mengajarkan kepada kita bahwa bagaimanapun juga kita ini masih rendah, masih di bawah, artinya setiap saat harus senantiasa meningkatkan ilmu, pengetahuan, iman dan taqwa. Kehidupan hari ini harus di asasi dengan ilmu dan pengetahuan hari ini pula, kita akan kesulitan bila mengatasinya dengan ilmu dan pengetahuan yang kemarin, akan ketinggalan. Begitu pula dengan persoalan rohani dan akhlaq hari ini, harus pula dihadapi dengan modal iman dan taqwa hari ini, jangan dengan modal iman dan taqwa kemarin, apalagi iman dan taqwa tahun kemarin, akan sangat jauh lagi ketinggalannya. Makanya Nabi Muhammad SAW pernah bersabda bahwa orang akan rugi bila hari ini amalnya (produktifitas) sama dengan hari kemarin, bila kurang dari hari kemarin, malah dikatagorikan celaka, yang untung yaitu bila lebih dari hari kemarin. Artinya secara mudah bahwa ilmu dan pengetahuan serta iman dan taqwa harus bertambah setiap hari, seiring meningkatkan usia kita dan berkurangnya jatah hidup kita di dunia yang fana ini. Contoh yang sederhana adalah kita setidaknya harus ada waktu untuk membaca setiap hari, membaca apa saja, seperti kitab Al qur’an, kitab hadist, dan buku-buku yang bermanfaat lainnya, tapi bukan membaca berita koran/tabloid/majalah, apalagi berita gossip-gosip yang nggak karuan banyaknya, itu nggak ada manfaatnya. Mungkin itulah jadi ada peribahasa “Di atas langit, masih ada langit” Wallahu’alam.

Selasa, 02 Mei 2006

pelajaran menunggu hujan

Kemarin sore hujan turun dengan derasnya, sekitar dua jam lamanya, tapi itu sudah cukup untuk membuat Samarinda sibuk dengan banjir di sana-sini. Persimpangan-persimpangan utama digenangi banjir, kalau tidak hapal dengan jalan-jalan yang ada, kita bisa terjebak banjir. Aku kebetulan sedang bayar tagihan handphone, saat sudah selesai, ternyata hujuan sudah turun. Jadilah menunggu….. sekitar dua jam waktu terbuang percuma….. sayang juga rasanya, mestinya kalau kemana-mana bawa buku, jadi waktu seperti itu bisa dipergunakan untuk membaca. Terserah saja buku apa, sebab semua orang sudah pasti tahu, betapa sangat besarnya manfaat membaca.

Dari kejadian di atas maka aku dapat pelajaran bahwa kalau mau kemana-mana paling tidak harus bawa buku. Terima kasih hujan………